THE EDITOR – Menteri Keuangan Sri Mulyani menyamakan pemerintah dengan Zakeus Si Pemungut Cukai yang ada dalam Kitab Injil Lukas 19.
Hal ini disampaikan oleh Sri Mulyani dalam sebuah seminar yang diadakan oleh Serikat Jesuit Indonesia pada Kamis (30/5/2024) lalu.
Sri Mulyani, mengambil kisah Zakeus, seorang pemungut cukai yang ingin melihat Yesus yang tengah melintas di kota tempat ia tinggal.
Pemungut cukai di jaman Yesus dianggap sebagai pekerjaan yang tidak baik karena selalu menyulitkan orang lain.
Alkitab menyebutkan bahwa, Zakeus memiliki tubuh yang pendek namun memiliki keinginan yang kuat untuk bisa bertemu dengan Yesus.
Zakeus memanjat pohon agar bisa melihat Yesus saat itu dan usahanya membuahkan hasil karena Yesus dapat melihatnya dari kejauhan serta memanggilnya untuk datang dekat kepadaNya.
Dari cerita ini, Sri Mulyani mengatakan bila dalam mengurus negara ia juga krap menggunakan cara-cara yang filosofis.
“Saya mau menyampaikan bahwa ngurusin negara kita itu ngga kering, kita banyak filosofikal juga,” kata Sri Mulyani di Hotel Mulia Senayan.
“Jadi, Lukas 19, kalau salah quotas ini dari Pak Pras ya. Disebutkan gimana Pak Pras?” Katanya sembari memanggil asistennya.
“Tapi Zakeus berdiri di depan Yesus dan berkata, “Tuhan aku akan memberikan setengah dari hartaku kepada orang miskin,” kata Sri Mulyani yang mengutip isi Alkitab dalam Bahasa Inggris.
Isi Alkitab tersebut menurut Sri Mulyani sebagai sebuah tindakan membersihkan harta kekayaan Zakeus yang bekerja sebagai pemungut cukai.
“Supaya kelihatan jadi baik kan, menyuci, nyebokin kalau bahasa (lain),” lanjut Sri Mulyani
“Siapapun yang saya peras, uangnya akan saya kembalikan empat kali lipat,” kata Sri Mulyani yang masih membaca lanjutan isi dari Injil Lukas ayat 19 tersebut.
Usai membaca ayat tersebut, Sri Mulyani kembali menginterpretasikan isi Alkitab tersebut dengan mengatakan bila dalam pengelolaan APBN, negara hanya akan meminta pajak dari yang mampu.
Dari pajak tersebut, lanjutnya, beberapa program dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat. Salah satunya adalah dengan memberikan subsidi di listrik dan tabung elpiji 3 kilogram.
“Kalau di rumah-rumah para Romo ada elpiji 3 kilo, maka anda menikmati hasil dari tadi,” ungkapnya.
“Kalau listriknya 900 VA atau 1.200 VA, itu menikmati subsidi banyak,” ungkapnya.
Jadi, ia meminta agar tidak ada masyarakat yang mengaku tidak menikmati APBN karena menurut Sri Mulyani negara sudah hadir di masyarakat.
BAGAIMANA SRI MULYANI MENTERJEMAHKAN KEINGINAN ZAKEUS MEBAYAR 4 KALI LIPAT UANG KEPADA YANG PERNAH IA PERAS?
Kata Sri Mulyani, cara pemerintah menterjemahkan keinginan Zakeus membayar empat kali lipat uang kepada yang pernah ia peras, diterjemahkan sebagai sebuah program yang sedang dijalankan oleh pemerintah sekarang ini.
Diantaranya adalah memiliki rezim pajak dan APBN yang progresif. Ia menjelaskan bila APBN progresif yang dilakukan oleh negara selama ini adalah dengan membebankan pajak kepada yang mampu saja.
“Pendapatan diambil dari masyarakat, mestinya yang mana. Yang nggak mampu nggak kena pajak,” katanya.
Anda harus punya rezim pajak dan APBN yang progresif,” tambahnya.
Tak hanya itu, lanjutnya, salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah agar prinsip keadilan terjadi adalah dengan membangun infrastruktur serta lembaga publik dan public goods untuk dipakai oleh masyarakat.
Hal ini, menurutnya sudah sesuai dengan isi Kitab Lukas 19 tersebut.
“Dan, kita bangun public institutions dan public goods, infrastruktur supaya anda yang bayar pajak dapat menikmatinya 4 kali lipat,” ungkapnya.
NEGARA SAMA SEPERTI MANUSIA, BISA KORUPSI!
Meski demikian, Sri Mulyani mengatakan bila masih banyak yang harus dibenahi dalam struktur penerimaan pajak.
Namun, ia mengatakan bila pihaknya harus tetap menarik pajak agar pendapatan pajak semakin tinggi. Tetapi, ia berharap agar penggunaan pajak tersebut tidak disalahgunakan.
Ia hanya mengingatkan bila negara sama seperti manusia yang memiliki napsu untuk korupsi karena pejabat di setiap strukturalnya adalah manusia.
Bila negara hanya diisi oleh orang-orang yang memiliki kepentingan pribadi, lanjutnya, maka negara yang hadir hanya sebuah negara yang menumpangkan diri kepada masyarakat.