21.6 C
Indonesia

Sangiran, Situs Purbakala Kebanggaan Indonesia

Must read

Museum Sangiran (Foto: Pariwisata Solo/ THE EDITOR)

SOLO – Banyak yang tidak tahu bila Indonesia memiliki banyak situs purbakala yang sangat penting bagi dunia. Mendengar nama Situs Sangiran, mungkin yang terbayang dalam pikiran kita adalah “fosil dan fosil”. Namun, kekayaan arkeologis yang ada di situs Sangiran tidak hanya fosil, tetapi juga alat-alat batu hasil budaya manusia purba serta lapisan tanah purba yang dapat menunjukkan perubahan lingkungan alam sejak dua juta tahun lalu sampai sekarang tanpa terputus.

Sangiran berada di sebelah utara Surakarta di lembah Sungai Bengawan Solo, Jawa Tengah. Nama Situs Sangiran mulai dikenal sejak seorang peneliti Belanda bernama Von Koenigswald melakukan penelitian pada tahun 1934. Pada waktu itu Von Koenigswald menemukan alat-alat batu hasil budaya manusia purba dalam penelitiannya di Situs Sangiran.

Situs Sangiran pertama kali ditemukan oleh P.E.C schemulling pada tahun 1883. Ketika aktif melakukan eksplorasi pada akhir abad ke-19, Eugene Dubois pernah melakukan penelitian di sini, namun tidak terlalu intensif karena kemudian ia memusatkan aktivitas di kawasan Trinil, Ngawi.

Baca Juga:

Selanjutnya pada tahun 1936 ditemukanlah fosil manusia purba pertama di Situs Sangiran. Setelah itu, tahun demi tahun penelitian semakin banyak dilakukan di Sangiran yang menghasilkan berbagai temuan, baik berupa fosil manusia, fosil hewan, alat tulang, dan alat batu.

Tahun 1934, ahli antropologi Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald memulai penelitian di area tersebut, setelah mencermati laporan-laporan berbagai penemuan balung buta (tulang buta/raksasa) oleh warga dan diperdagangkan. Saat itu perdagangan fosil mulai ramai akibat penemuan tengkorak dan tulang paha Pithecanthropus erectus (“Manusia Jawa”) oleh Eugene Dubois di Trinil, Ngawi, tahun 1891.

Trinil sendiri juga terletak di lembah Bengawan Solo, kira-kira 40 km timur Sangiran. Dengan dibantu tokoh setempat, setiap hari von Koenigswald meminta penduduk untuk mencari balung buta, yang kemudian ia bayar. Pada tahun-tahun berikutnya, hasil penggalian menemukan berbagai fosil Homo erectus lainnya.

Ada sekitar 60 lebih fosil Homo erectus atau hominid lainnya dengan variasi yang besar, termasuk seri Meganthropus palaeojavanicus, telah ditemukan di situs tersebut dan kawasan sekitarnya. Selain manusia purba, ditemukan pula berbagai fosil tulang-belulang hewan-hewan bertulang belakang (Vertebrata), seperti buaya (kelompok gavial dan Crocodilus), Hippopotamus (kuda nil), berbagai rusa, harimau purba, dan gajah purba (stegodon dan gajah modern).

Saat ini situs Sangiran tidak hanya dikenal di Indonesia, melainkan juga di dunia internasional dan sebagai situs yang mampu menyumbangkan pengetahuan penting mengenai bukti-bukti evolusi (perubahan fisik) manusia seperti evolusi fauna, kebudayaan, dan lingkungan yang terjadi sejak dua juta tahun yang lalu.

Karena nilai-nilainya, situs Sangiran telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO. UNESCO menetapkan Situs Sangiran sebagai Warisan Budaya Dunia Nomor 593 pada tahun 1996 dengan nama The Sangiran Early Man Site. Dari segi penelitian tentang fosil manusia, Sangiran disejajarkan bersama situs Zhoukoudian yang berada di Cina, Willandra Lakes di Australia, Olduvai Gorge di Tanzania, dan Sterkfontein di Afrika Selatan.

Situs Sangiran beserta semua kandungan arkeologis yang ada di dalamnya merupakan cagar budaya yang penting untuk dijaga dan dilestarikan. Pelestarian situs Sangiran penting dilakukan agar semua nilai penting yang terkandung di dalamnya dapat terus dipelajari, dimanfaatkan, dan diwariskan kepada generasi yang akan datang.

Museum Purbakala Sangiran

Penggalian oleh tim von Koenigswald yang berakhir 1941 dan koleksi-koleksinya sebagian disimpan di bangunan yang didirikannya bersama Toto Marsono di Sangiran, yang kelak menjadi Museum Purbakala Sangiran, tetapi koleksi-koleksi pentingnya dikirim ke kawannya di Jerman, Franz Weidenreich.

Sebuah museum yang sederhana ada di Sangiran selama beberapa dekade sebelum modern, yang berfungsi dengan baik sebagai museum dan pusat pengunjung dibuka pada Desember 2011. Museum Sangiran yang terletak di kawasan Situs Sangiran dibagi menjadi lima klaster.

Klaster pertama adalah Klaster Krikilan yang berfungsi sebagai pusat kunjungan atau visitor center, yang memberikan informasi secara lengkap tentang Situs Sangiran. Kemudian ada Klaster Dayu, Klaster Bukuran, Klaster Ngebung, dan Museum Manyarejo.

Situs ini buka pada hari Selasa hingga hari Minggu, pukul 08.00 sampai dengan pukul 16.00 WIB. Pengunjung hanya dikenakan harga tiket sebesar Rp5.000,- per orang untuk dapat menikmati wisata edukasi di situs manusia purba ini. Seperti museum lainnya, Situs Sangiran tutup pada hari Senin untuk proses pembersihan dan perawatan koleksi.

Upaya pelestarian Situs Sangiran terus dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan kegiatan sarasehan, sosialisasi, dan pemberian imbalan bagi anggota masyarakat yang menemukan fosil dan menyerahkan fosil temuannya kepada Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran.

Upaya tersebut terus intensif dilakukan untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya fosil bagi ilmu pengetahuan. Selain itu ada juga kegiatan penelitian yang masih terus dilakukan, pameran keliling di beberapa kota setiap tahun, bioskop keliling, pembuatan buku/jurnal, konservasi fosil, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan tersebut sudah dianggarkan setiap tahunnya, sehingga saat ini dapat menekan penjualan gelap dan aktivitas pencarian fosil yang dilakukan masyarakat.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru