24.7 C
Indonesia

Respons Al Jazeera terhadap Penutupan Operasi oleh Israel

Must read

JAKARTA – Jaringan Media Al Jazeera pada Minggu (5/5) mengecam keputusan Israel untuk menutup operasi pemberitaannya di wilayah tersebut, menyebutnya sebagai “aksi kriminal”.

Mereka juga memperingatkan bahwa tekanan Israel terhadap kebebasan pers “bertentangan dengan hukum internasional dan kemanusiaan”.

“Jaringan Media Al Jazeera mengutuk keras dan mengecam tindakan kriminal yang melanggar hak asasi manusia dan hak dasar untuk mengakses informasi,” kata mereka dalam sebuah pernyataan.

Baca Juga:

“Al Jazeera menegaskan haknya untuk terus memberikan berita dan informasi kepada khalayak global,” lanjut mereka.

Media yang berbasis di Qatar itu menyebut bahwa “penargetan langsung dan pembunuhan jurnalis oleh Israel, penangkapan, intimidasi, dan ancaman” tidak akan menghalangi mereka dan komitmen mereka untuk terus melakukan peliputan.

Sementara itu, kata mereka, lebih dari 140 jurnalis Palestina telah terbunuh sejak awal perang di Gaza.

“Jaringan dengan keras menolak tuduhan yang diajukan oleh otoritas Israel yang menyatakan bahwa standar profesional media telah dilanggar,” kata Jaringan Media Al Jazeera.

“Ini menegaskan kembali komitmen teguh terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam Kode Etiknya,” lanjutnya.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa pemerintahan yang dipimpinnya telah memutuskan “dengan suara bulat” untuk menutup operasi “saluran hasutan” Al Jazeera di Israel.

Keputusan itu datang beberapa pekan setelah Parlemen Israel mengesahkan undang-undang yang mengizinkan penutupan sementara lembaga penyiaran asing yang dianggap sebagai ancaman terhadap keamanan nasional selama perang berbulan-bulan di Gaza.

Al Jazeera sendiri adalah salah satu dari hanya sedikit outlet pemberitaan internasional yang masih bertahan di Gaza, memberitakan setiap peristiwa yang terjadi di daerah kantong tersebut, dan menuduh Israel melakukan pembantaian.

Israel telah lama memiliki hubungan yang sulit dengan Al Jazeera, menuduhnya bias terhadap Israel dan berkolaborasi dengan Hamas – sesuatu yang telah berulang kali dibantah oleh outlet tersebut.

Menteri Komunikasi Israel Shlomo Karhi menulis di X bahwa ia telah menandatangani perintah menentang Al Jazeera, yang akan berlaku secepatnya.

Karhi mengatakan ia memerintahkan penyitaan peralatan penyiaran Al Jazeera “yang digunakan untuk menyampaikan konten saluran tersebut”.

Itu termasuk peralatan pengeditan dan routing, kamera, mikrofon, server dan laptop, serta peralatan transmisi nirkabel dan beberapa telepon seluler.

Kantor Al Jazeera di Yerusalem Timur yang diduduki pun telah digerebek polisi pada Minggu malam sebagai imbas dari keputusan tersebut.

Kelompok-kelompok kebebasan pers mengutuk keputusan Israel untuk menutup Al Jazeera.

Tim Dawson, wakil sekretaris jenderal Federasi Jurnalis Internasional, mengatakan kepada Al Jazeera dari London, bahwa ini “benar-benar keputusan yang mundur dan konyol”.

“Menutup media, menutup stasiun televisi adalah tindakan yang dilakukan oleh orang-orang lalim,” katanya.

“Israel berusaha keras untuk menjadi negara demokrasi dan gagasan bahwa mereka dapat dengan mudah menutup lembaga penyiaran internasional yang memiliki reputasi dan sejarah yang besar adalah hal yang mengerikan,” tambah Dawson.

Nour Odeh, seorang analis politik, memperingatkan bahwa organisasi media lain dapat menjadi sasaran di masa depan.

“Masyarakat harus prihatin,” katanya. “Ini bukan hanya tentang Al Jazeera… Saya pikir ini mengancam banyak organisasi.”

“Mungkin bahkan ada beberapa organisasi berita progresif Israel yang kritis terhadap perang tersebut,” lanjutnya.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru