JAKARTA – PhD Student, Centre for Diet and Activity Research (CEDAR) MRC Epidemiology Unit, University of Cambridge Rizka Maulida mengatakan bahwa remaja dari kalangan menengah ke atas pun memiliki hambatan tersendiri untuk memilih makanan dan minuman yang sehat.
Remaja dari keluarga kelompok ini pun tampaknya memandang kesehatan tidak lebih penting daripada remaja dari keluarga menengah ke bawah.
“Temuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya hubungan positif antara status sosial ekonomi dan indeks massa tubuh (IMT) di negara berkembang,” ungkapnya dalam The Conversation, Rabu (19/8).
Di negara-negara berkembang, lanjut Rizka, makanan dan minuman yang tidak sehat dipandang sebagai barang mewah, apalagi bagi kelompok masyarakat yang status sosial ekonominya sedang bergerak naik.
Menurutnya, perencanaan upaya intervensi kesehatan harus sesuai dengan status sosial ekonomi kelompok sasaran. Intervensi gizi untuk remaja dari kelompok status sosial ekonomi rendah harus mencakup dukungan keuangan untuk membeli makanan yang lebih sehat. Dengan kata lain, remaja dari sosial ekonom rendah harus lebih peduli dengan kesehatan.
Dukungan dari pemerintah diharapkan Rizka ada. Menurutnya, dukungan ini tidak semerta-merta harus berbentuk bantuan tunai atau bentuk bantuan pemberian makanan yang sehat seperti program makan siang di sekolah. Dukungan ini dapat berupa cukai pada minuman manis, seperti ide pemerintah.
Sedangkan intervensi gizi bagi remaja dari kelompok status sosial ekonomi menengah ke atas harus mencakup pendidikan gizi yang mendorong mereka untuk lebih banyak mengkonsumsi makanan yang lebih sehat. Kita juga perlu merancang citra makanan sehat menjadi lebih menarik, seperti membingkai makanan sehat sebagai barang mewah dan kekinian.
Pola makan masa remaja berdampak pada kesehatan pada usia dewasa
Masa remaja merupakan masa mereka mulai punya kendali utuh akan apa, di mana, dan kapan mereka makan atau minum.
Pada masa ini pola makan terbentuk dan cenderung tidak berubah sampai dewasa. Pada masa ini pula remaja mulai banyak mengkonsumsi makanan dan minuman di luar rumah.
“Kebiasaan yang dibangun remaja saat membuat pilihan makanan menentukan kebiasaan makan mereka pada masa mendatang,” ujar Rizka.
Remaja, menurutnya, sangat berpotensi mengkonsumsi asupan makanan yang tidak tepat, yang dapat menyebabkan beberapa masalah, seperti pertumbuhan fisik dan kapasitas intelektual yang berkurang. Asupan makanan yang tidak tepat juga dapat mempengaruhi risiko terjadinya sejumlah gangguan kesehatan, seperti kekurangan zat besi, gizi kurang, dan obesitas.
Remaja yang mengalami kelebihan berat badan dapat meningkatkan risiko mereka mengidap diabetes pada saat dewasa.