PALESTINA – Ratusan warga sipil Palestina dinyatakan tewas dalam serangan besar-besaran Israel di Kota Rafah pada Senin (12/2) pagi waktu setempat.
Serangan tersebut, yang dirujuk otoritas kesehatan Rafah sebagai “pembantaian”, menewaskan lebih dari 100 warga sipil dan melukai ratusan lainnya.
Para korban langsung dilarikan ke rumah sakit-rumah sakit yang ada di wilayah perbatasan Gaza-Mesir itu, namun pihak rumah sakit mengaku kewalahan dengan banyaknya pasien yang terluka parah di tengah minimnya pasokan obat.
Mengutip CNN, Direktur Rumah Sakit Abu Yousef Al-Najjar mengatakan fasilitas medis di Rafah “tidak dapat menangani banyaknya korban luka akibat pemboman pendudukan Israel.”
Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) mengungkap bahwa Rafah menyaksikan serangan udara sengit Israel di pusat kota menghantam rumah-rumah warga.
Pasukan Israel juga menargetkan Masjid Al-Rahma di Shaboura dan Al-Huda di kamp pengungsi Yibna, yang keduanya menampung ratusan keluarga pengungsi.
CNN menyebut bahwa Rafah sejatinya telah mengalami serangan udara dari pasukan Israel selama berbulan-bulan.
Akan tetapi, pemboman pada Senin telah meningkatkan kekhawatiran bahwa serangan darat Israel akan mengakibatkan pertumpahan darah, dan mereka yang terjebak di kota yang padat penduduk itu tidak akan lagi memiliki jalan keluar.
Diketahui, Rafah saat ini menampung lebih dari 1,3 juta pengungsi dari banyak daerah di wilayah kantong Gaza yang terkepung.
Sebagian besar dari mereka harus tinggal di tenda-tenda yang didirikan seadanya, sementara terjadi kekurangan makanan, air, dan obat-obatan yang parah.
Juru bicara Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) Jens Laerke menggambarkan Rafah sebagai “penanak nasi yang menimbulkan keputusasaan”.
Dalam sebuah pernyataan, Hamas mengutuk apa yang mereka katakan sebagai “pembantaian mengerikan” yang dilakukan Israel terhadap warga sipil di Rafah.
Serangan militer Israel terhadap Rafah, kata mereka, “dan pembantaian mengerikan terhadap warga sipil yang tidak berdaya dan anak-anak, wanita, dan orang tua yang terlantar… dianggap sebagai kelanjutan dari perang genosida dan upaya pemindahan paksa yang dilakukan terhadap rakyat Palestina”.