JAKARTA – Sistem pompanisasi akan tetap mampu menahan laju impor beras asalkan dikelola dengan sistem manajemen yang baik.
Demikian dikatakan oleh Professor Budi Indra Setiawan dari Universitas Pertanian Bogor (IPB) saat berbincang dengan Redaksi The Editor beberapa waktu lalu.
“Pompa itu hanya 20-35 persen saja kontribusinya tapi ada bibitnya nggak, ada petaninya nggak. Kalau yang lainnya nggak support dan tidak menghasilkan ya sama saja, buang-buang resourchesnya,” ungkap Budi.
Meski demikian, pria yang pernah menjabat sebagai Tenaga Ahli Menteri di Bidang Infrastruktur Pertanian ini mengatakan bila di periode pertama pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, pihaknya berhasil menahan laju impor dengan menjalankan program ini.
Saat itu, lanjutnya, salah satu target kementerian pertanian adalah untuk menghentikan laju impor beras yang terjadi sepanjang tahun.
Salah satu cara agar pertanaman padi dapat ditingkatkan adalah dengan menyediakan pompa ke petani-petani di daerah-daerah yang kering, dan di daerah yang hanya bisa menanam padi di musim hujan saja.
Dari perhitungan Budi dan tim kerja kementerian pertanian saat itu, 1 unit pompa yang mampu menghasilkan volume air sebesar 20 liter per second berkisar di harga Rp 4-5 juta rupiah.
Saat pompa ini dibagikan kepada petani, beberapa wilayah akhirnya bisa menanam padi sebanyak 2 kali.
Dalam 1 tahun target pemerintah adalah menghasilkan 5 ton beras dari 1 unit pompa seharga Rp 4-5 juta.
“1 musim saja sebenarnya sudah kembali modal. Kalau kita beli pompa 20 liter per second harganya 4-5 juta. Setelah dipakai dianggap barang habis saja karena hitungannya 20 hektar dapat 5 ton saja beras artinya 1 ton sekitar 10 jutaan. Jadi sudah menguntungkan dari segi finansial. Tapi kan itu hanya pompa saja, ada tenaga kerja. Jadi 2 kali tanam sangat menguntungkan,” ungkapnya.
Kementerian Pertanian Ingin Menekan Impor Beras
Kata Budi, saat itu ia dan tim kerja pemerintah memang telah mempertimbangkan tentang penggunaan teknik pompanisasi ini.
Saat itu menurutnya membeli pompa di dalam negeri sama dengan memberi keuntungan kepada masyarakat sendiri.
Tak hanya itu, petani di dalam negeri juga dianggap sangat untung dengan percepatan teknik penanaman padi yang diambil oleh pemerintah saat itu.
“Jadi semua ini karena pertimbangan saja. Kalau beli beras dari luar negeri artinya kan kita beri subsidi kepada petani di luar negeri. Ya kan, mereka berkembang terus. Tapi kalau kita beli di dalam negeri meski agak mahal, toh uangnya ada di dalam negeri. Banyak pihak mendapat kesempatan dan keutungun. Ekonomi juga jalan. Bayangkan membeli pompa banyak juga memutar perekonomian ya,” tandasnya.