23.6 C
Indonesia

Prediksi Inflasi dan Antisipasi Lonjakan Tinggi 2022 Nanti

Must read

JAKARTA – Mendekati penghujung 2021 ini, bahasan seputar inflasi tahun 2022 makin ramai. Selalu ada harapan kondisi ekonomi membaik karena dampak pandemik covid-19 yang bertahap ditekan.

Namun, kita tidak bisa menampik bahwa banyak perusahaan yang mengalami guncangan finansial serta tutupnya banyak tempat usaha akibat pandemi. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada semester 1 tahun 2021, jumlah pekerja yang terdampak pandemi mencapai 29,12 juta orang. Atau mencapai lebih dari 14 persen dari total penduduk usia produktif yang sebanyak sekitar 203 juta orang.

Pemulihan ekonomi akibat dampak pandemi covid-19 karena mencakup skala yang luas, multi sektor, dan berpengaruh pada jutaan orang, tentunya tidak semudah membalik telapak tangan. Kerja keras dan strategi yang tepat dari pemerintah tentunya menjadi kunci.

Baca Juga:

Di sisi lain, target inflasi telah didengungkan sejak pertengahan 2021 ini. Pemerintah menargetkan inflasi pada 2022 dan 2023 adalah sebesar plus minus 3 persen (atau diperkirakan rentang inflasi sekitar 2-4 persen).

Sementara itu, pada 2024, angka inflasi ditargetkan plus minus 2,5 persen. Informasi ini tertera pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101/PMK.010/2021 tentang Sasaran Inflasi Tahun 2022, 2023, dan 2024.

Apakah target inflasi ini bakal terealisasi? Tidak ada yang tahu. Tantangan proses pemulihan ekonomi pada 2022 sangat besar. Namun, jika inflasi jauh di bawah 3 persen tampaknya akan sulit. Ambil contoh China yang saat ini mengalami lonjakan inflasi yang cukup tinggi.

Indeks Harga Produsen (IHP) di China pada Oktober 2021 lalu menunjukkan angka 13,5 persen. Angka IHP ini adalah inflasi tertinggi di China dalam kurun waktu 26 tahun terakhir. Tingginya IHP ini membuat banyak negara resah.

Masalahnya, China adalah negara yang memiliki kekuatan ekonomi salah satu yang terbesar di dunia. China juga aktif melakukan transaksi dagang dengan banyak negara.

Namun, ketika harga dasar produsen di China melonjak –padahal selama ini harga barang di China terkenal bersaing- tentunya bisa memicu imbasnya inflasi di negara lain. Belum lagi ditambah dengan krisis energi yang sempat melanda China. Tidak hanya China, krisis energi juga dialami sejumlah negara di Eropa.

Berhubung banyak negara bermitra dagang dengan China, inflasi di China yang melonjak naik tentunya memicu kekhawatiran. Akankah negara yang bermitra dagang dengan China akan mengalami lonjakan inflasi serupa? Ini yang perlu diwaspadai.

Permasalahan terkait arus logistik komoditas antarnegara juga menjadi perhatian khusus. Pandemi covid-19 juga menyebabkan tersendatnya pengiriman pasokan komoditas global.

Pembatasan dan pembatalan jalur pelayaran untuk angkut logistik di berbagai negara membuat komoditas menumpuk di pelabuhan dan tidak tersalurkan tepat waktu.
Hal ini berimbas pada macetnya operasional perusahaan ekspor-impor serta perusahaan skala kecil dan menengah di sejumlah negara. Antrean komoditas atau produk di pelabuhan untuk mendapatkan kontainer menjadi hal yang lumrah.

Komoditas transaksi dagang antarnegara yang dimaksud sangat beragam, mulai dari bahan makanan sampai komponen elektronik. Tak mengherankan bila harga makanan atau barang lain meningkat akibat kelangkaan yang dipicu minimnya pasokan.

Jika harga barang dasar naik, kemungkinan besar harga barang lainnya juga ikut-ikutan naik. Efek domino pun jadi suatu keniscayaan. Pemerintah Indonesia perlu sigap menyikapi prediksi lonjakan inflasi. Inflasi 2022 bisa saja meleset dari target 3 persen, mungkin bisa mencapai 5-6 persen, meskipun kita tidak mengharapkannya.

Kejelian dan antisipasi dengan melihat tanda-tanda inflasi juga diperlukan. Terlebih ketika memantau belakangan ini harga sembako mulai naik satu per satu. Harga sembako yang mulai mahal dari hari ke hari bisa saja indikasi inflasi meninggi.

Inflasi yang terjadi tiap tahun sebenarnya wajar saja. Ketidakwajaran terjadi jika angka inflasi bergerak liar dan terus meninggi.

Untuk itu, sebelum memasuki 2022, ada baiknya Pemerintah sudah memiliki solusi khusus untuk mengendalikan potensi inflasi yang tidak terkendali. Jangan sampai inflasi tahun depan di luar prediksi dan Pemerintah kalang kabut mencari strategi.

Kita memang tidak mengetahui angka inflasi tahun 2022, walau kini tinggal menghitung hari. Namun, ada baiknya kita tidak hanya menyiapkan dana tabungan dan uang tunai yang cukup, tetapi juga investasi yang nilainya bisa bertambah dari waktu ke waktu.

Rekomendasi investasi yang kenaikannya bisa mengimbangi laju inflasi antara lain properti (misalnya rumah tapak/ landed house, tanah, dan ruko), saham, dan obligasi. Jadi, saat nilai uang makin turun tergerus inflasi, investasi yang kita pilih mampu mengimbangi.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru