THE EDITOR – Prajogo Pangestu disebut-sebut berpotensi menjadi triliuner keempat di dunia di tahun 2027 mendatang. Dimana posisi pertama akan diduduki oleh CEO Tesla Elon Musk.
Informa Connect Academy merilis data bila saat ini Prajogo memiliki kekayaan sebesar Rp668,95 triliun. Bahkan, pertumbuhan kekayaannya dikatakan mencapai 135,95 persen setiap tahun.
PRAJOGO PANGESTU PERNAH JADI SUPIR ANGKOT
Prajogo dikenal sebagai pemilik Barito Pacific, yag diketahui telah mengakuisisi 70 persen saham Chandra Asri, perusahaan petrokimia dengan valuasi kapitalisasi pasar mencapai US$48 miliar.
Barito Pacific adalah perusahaan yang bergerak di bidang petrokimia, energi, real estat, logistic dan investasi.
Dilansir dari CNBC, Prajogo Pangestu diketahui seorang taipan yang lahir 75 tahun silam di Sambas, Kalimantan Barat dengan nama Phang Djoem Phen. Ayahnya bernama Phang Siu On yang bekerja sebagai penyadap getah karet.
Untuk mengubah nasib, Parajogo merantau ke Jakarta. Namun, kala itu Dewi Fortuna belum memihak padanya, ia tidak terlalu beruntung tinggal di ibu kota Indonesia karena tidak kunjung mendapatkan pekerjaan. Oleh karena itu, ia memutuskan kembali ke Kalimantan dan bekerja menjadi sopir angkutan umum.
Ketika sedang menjalani hari-harinya sebagai sopir, di 1960-an, Prajogo bertemu dan berkenalan dengan pengusaha kayu asal Malaysia, bernama Bong Sun On, atau Burhan Uray. Di sinilah nasibnya mulai berubah.
Ia memutuskan untuk bergabung dengan Burhan di PT Djajanti Group pada 1969. Terkesan dengan kerja keras yang dilakukannya, tujuh tahun kemudian, Burhan pun mengangkat Prajogo menjadi general manager (GM) di pabrik Plywood Nusantara, Gresik, Jawa Timur.
Karirnya sebagai GM Plywood Nusantara bisa dibilang singkat. Hanya bertahan selama setahun, kemudian Prajogo memutuskan mundur sebagai GM dan keluar dari perusahaan untuk mencoba memulai bisnis sendiri.
Dengan bermodal pinjaman dari BRI, yang kemudian berhasil dilunasi dalam setahun, ia pun membeli CV Pacific Lumber Coy yang kala itu sedang mengalami kesulitan keuangan.
Prajogo kemudian mengganti nama Pacific Lumber menjadi PT Barito Pacific Lumber. Pada 1993, perusahaannya menjadi perusahaan publik, dan dalam perjalanannya, Prajogo mengganti nama Pacific Lumber menjadi PT Barito Pacific setelah mengurangi bisnis kayu pada 2007.
Kemudian bisnisnya terus meningkat hingga bekerja sama juga dengan anak-anak Presiden Soeharto dan pengusaha lainnya demi memperlebar bisnisnya. Bisnisnya dengan bendera Barito Group berkembang luas di bidang petrokimia, minyak sawit mentah, properti, hingga perkayuan.
Di 2007, Barito Pacific mengakuisisi 70% perusahaan petrokimia, Chandra Asri, yang juga terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pada 2008, perusahaan mengakuisisi PT Tri Polyta Indonesia Tbk.
Pada 2011, Chandra Asri pun merger dengan Tri Polyta Indonesia dan menjadi produsen petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia.