JAKARTA – Judi online ternyata tak hanya diikuti oleh masyarakat berada saja, karena kini mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan juga ikut serta dalam permainan yang mengajak pelakunya untuk bertaruh ini.
Dilansir dari TEMPO, Humas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Natsir Kongah mengatakan bila pihaknya menemukan fakta di lapangan dimana total agregat transaksi judi online di kalangan masyarakat umum seperti ibu rumah tangga, pelajar, pegawai golongan rendah dan pekerja lepas telah mencapai lebih dari 30 trilliun.
Ia mengatakan juga bila dalam catatan PPATK diketahui bila 80% pemain judi online melakukan transaksi dengan nominal paling kecil yaitu sekitar Rp100.000.
“Diketahui banyak anak-anak belum dewasa, kelompok usia SD, SMP, para pengemis, mereka yang tidak memiliki pekerjaan, para pekerja sektor informal, bermain judi online menggunakan nama dan rekening perantaranya,” ungkapnya beberapa waktu lalu.
Tak hanya itu, lanjut Natsir, pihaknya juga menemukan fakta lain di lapangan dimana terdapat anak-anak yang menghimpun dana dalam kelompok-kelompok tertentu dengan menggunakan rekening perantara untuk bermain judi online.
Tak hanya anak-anak, masih kata Natsir, fenomena judi online ini ternyata sudah masuk ke semua kalangan, dari berbagai usia anak-anak hingga usia tua bahkan pensiunan.
Katanya saat ini hampir 3 juta pemain judi online berasal dari kelas menengaj ke bawah. Dan, data ini diperoleh dari data rekening yang ditemukan oleh PPATK.
Beberapa data yang masuk ke PPATK, lanjut natsir lagi, pihaknya berhasil mengindikasikan keterkaitan judi online dengan perbuatan melawan hukum, misalnya pinjaman online, penipuan dan lainnya.
“Karena tidak memadainya penghasilan yang legal untuk berpartisipasi dalam judol ini,” tutupnya.
Sebagaimana diketahui, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Usman Kasong sempat menyebut para pemain judi online tersebut sebagai korban karena sebagian besar transaksinya dalam jumlah kecil.
“Kami anggap mereka sebagai korban, karena itu pemerintah serius melakukan pemberantasan,” ujarnya.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.
Ia bahkan sempat mengusulkan agar korban judi online masuk ke dalam penerima bantuan sosial (bansos).
“Kami sudah banyak memberikan advokasi mereka yang korban judi online ini, misalnya kemudian kita masukkan di dalam DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) sebagai penerima bansos,” ujarnya 13 Juni 2024, seperti dikutip dari Antara.
Muhadjir menegaskan bahwa praktik judi baik secara langsung maupun daring dapat memiskinkan masyarakat, sehingga kalangan tersebut kini berada di bawah tanggung jawab kementerian yang ia pimpin.