PERU – Seorang perempuan Peru yang mengidap penyakit yang tak dapat disembuhkan menjadi orang pertama di negara tersebut yang meninggal melalui eutanasia.
Perempuan itu, Ana Estrada, mengidap penyakit yang membuatnya harus terbaring di tempat tidur dan memerlukan perawatan sepanjang waktu.
Diberitakan CNN, ia pada akhirnya menghembuskan napas terakhirnya pada April setelah perjuangan hukum yang panjang.
Dalam sebuah pernyataan, keluarganya mengatakan bahwa Estrada, “meninggal dengan caranya sendiri, sesuai dengan gagasannya tentang martabat dan memegang kendali penuh atas otonominya sampai akhir”.
Eutanasia dilarang di Peru. Akan tetapi, pada Februari 2021, pengadilan Peru memerintahkan otoritas kesehatan untuk “menghormati keputusan Estrada” untuk mengakhiri hidupnya melalui prosedur medis eutanasia.
Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah negara ini sistem peradilan mengakui dan mengizinkan hak seseorang untuk mengakhiri hidupnya.
Otoritas kesehatan tidak mengajukan banding, dan keputusan tersebut kemudian disahkan oleh Mahkamah Agung pada Juli 2022.
“Ini adalah keputusan bersejarah,” kata pengacaranya, Walter Gutierrez, saat itu, seraya menambahkan bahwa Estrada “sangat bahagia.”
Gutierrez menjelaskan kepada CNN en Espanol bahwa Estrada “mencintai kehidupan dan ingin terus hidup dalam keterbatasan keadaannya,” namun menginginkan kebebasan untuk pergi dengan caranya sendiri.
Berprofesi sebagai psikolog, Estrada menderita polimiositis, penyakit kronis dan degeneratif yang mempengaruhi otot-ototnya.
Penyakit tersebut membuatnya tidak dapat berbicara dan meninggalkan tempat tidurnya dalam keadaan terbaring.
Ia menggunakan ventilator dan membutuhkan perawat untuk merawatnya 24 jam sehari.
Estrada sempat berbincang dengan CNN en Espanol pada dua kesempatan.
Dalam sebuah wawancara pada tahun 2021, Estrada mengatakan ia ingin “menggunakan hak saya untuk memilih kapan, bagaimana, dan di mana akan meninggal”.
Saat itu, ia telah melalui perjuangan hukum selama sekitar empat tahun, awalnya sendirian dan kemudian dengan bantuan Kantor Ombudsman.
“Warisan Ana akan hidup dalam pikiran dan hati banyak orang dan dalam sejarah negara kita,” demikian bunyi pernyataan keluarganya.