THE EDITOR – Mantan Menteri Perdagangan di Indonesia bernama Thomas Trikasih Lembong ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung karena dituduh terlibat dalam kasus impor gula yang merugikan negara hingga 400 miliar. Namun, dalam 5 kali persidangan digulirkan sejak 29 Oktober 2024 kemarin, kejaksaan justru tidak membebankan angka kerugian negara tersebut kepada Thomas dengan alasan izin impor gula mentah tersebut diberikan oleh pejabat sebelumnya.
Kronologis Tom Lembong, sapaan akrab Thomas menjadi menteri perdagangan terjadi pada tanggal 12 Agustus 2015 setelah Presiden Joko Widodo melakukan reshuffle untuk menggantikan posisi Rachmat Gobel.
Namun, dari persidangan juga disebutkan bila izin impor gula mentah ini dikeluarkan tanggal 21 Mei 2015, dengan kata lain di masa Rachmat Gobel menjabat.
Indonesia selama ini memang diketahui selalu mengalami kekurangan gula. Akibatnya, mau tidak mau pemerintah harus menyediakan kebutuhan akan gula dalam negeri dengan melakukan impor gula mentah atau gula setengah jadi yang dibuat dari tebu dan berwarna cokelat.
Gula mentah ini masih harus diolah agar warnanya menjadi putih dan layak dikonsumsi.
Dengan kata lain, bisnis gula memang sangat menggiurkan di Tanah Air karena masyarakat Indonesia juga sangat suka makanan yang manis-manis. Padahal, ada banyak sekali gula alternatif yang lebih sehat dan lebih bernilai tinggi seperti gula merah yang sangat disukai oleh orang Taiwan.
IMPOR GULA DILAKUKAN OLEH SEMUA MENTERI PERDAGANGAN, TAPI MENGAPA TOM LEMBONG YANG DISASAR?

Dalam sejarah Indonesia, diketahui bila hampir semua menteri perdagangan melakukan impor gula. Proses yang dilakukan oleh Tom Lembong juga sama seperti menteri lainnya, di antaranya dengan memberi izin impor baru atau melanjutkan izin impor gula dari pejabat sebelumnya.
Kasus Tom Lembong ini memang sangat unik karena tuduhan-tuduhan yang ditujukan kepada Tom Lembong justru terbantahkan semuanya di pengadilan.
The Editor khusus mewawancarai Kuasa Hukum Tom Lembong, yakni Ari Yusuf Amir pada rabu (26/3/2025) tentang tuduhan apa saja yang dipaksakan kejaksaan kepada kliennya namun terbantahkan dengan sendirinya di pengadilan.
1. Indonesia tidak surplus gula
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) diketahui bila produksi gula nasional di tahun 2015 hanya mencapai angka 2,49 juta ton, sementara untuk konsumsi nasional mencapai 2,86 juta ton.
2. Impor gula harus melibatkan swasta
Ari Yusuf mengatakan bila dalam proses impor gula, pemerintah menetapkan aturan keterlibatan swasta karena BUMN tidak sanggup.
“Sampai sekarang tidak sanggup, jadi kita masih butuh bantuan swasta untuk melakukan pengolahan, distribusi dan lain sebagainya,” ungkap Ari.
Ari mengatakan bila keterlibatan swasta ini dilakukan oleh menteri perdagangan sebelum dan sesudah Tom Lembong menjabat. Menteri yang dimaksud adalah Rachmad Gobel dan Enggartiasto Lukita.
Tapi, mengapa hanya Tom Lembong yang disasar?
“Salah fakta penyidik (baca: kejaksaan). Apa maksudnya penyidik?” kata Ari lagi.
3. Izin impor gula memang harus dari GKM ke GKP
Ari mengatakan bila izin impor gula memang harus dari bentuk Gula Kristal Putih (GKM) ke Gula Kristal Putih (GKP) karena dinilai jadi lebih murah dan diklaim juga memberi keuntungan lebih banyak ke sektor industri gula dalam negeri.
Ia mengatakan bila prosedur yang dilakukan oleh Tom Lembong dalam impor gula sudah melalui prosedur dan tujuan impor juga dilakukan sesuai dengan kebutuhan.
“Justru bila tidak dilakukan akan merugikan petani dan konsumen,” kata Ari.
4. Kerugian negara yang tidak terbuka
Ari mempertanyakan tentang cara kejaksaan memperhitungkan angka kerugian negara dari kasus ini.
Ia menilai kejaksaan dari awal tidak pernah menghitung angka kerugian negara ini, tapi langsung mengumumkan ke masyarakat bila negara rugi akibat proses impor gula mentah di masa Tom Lembong.
“Angkanya juga tebak-tebak saja,” kata Ari.
“Hingga Tom Lembong ditahan tidak ada kerugian negara. Setelah 3 bulan ditahan baru ada kerugian negara ditemukan dan mereka mulai menghubungi BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) untuk mencoba melakukan penghitungan sehingga ketika kita minta ke BPKP, (BPKP) belum berani memberikan hitungan karena kita menduga hitungan BPKP itu belum selesai,” ungkap Ari.
Menurutnya, kejaksaan semestinya terbuka tentang cara penghitungan kerugian negara ini karena harga gula mentah di tingkat petani dan produksi berbeda.
“Baru diketahui BPKP memang menghitung,” ungkapnya.
KASUS TOM LEMBONG SARAT KEPENTINGAN POLITIK

Dari fakta di atas, Ari menilai kasus yang menjerat Tom Lembong sarat dengan kepentingan politik.
Tom Lembong diketahui cukup dekat dengan politisi Anies Baswedan. Anies secara terang-terangan juga menunjukkan dukungannya dengan hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis (6/3/2025) lalu.
Anies bersama Cak Imin menjadi satu dari 3 pasangan calon presiden dan wakilnya yang maju di ajang Pilpres 2024 lalu.
Menurut Ari, beberapa menteri perdagangan melakukan kebijakan yang serupa dengan Tom Lembong. Bila memang terbukti bersalah, maka menteri-menteri lainnya juga harus dipanggil untuk menjalani persidangan yang serupa.
“Dalam kasus Pak Tom Lembong ini terkesan seperti itu (dipolitisasi) dengan menggunakan hukum untuk menekan lawan politik jadinya. Dicarikan dasar-dasar hukum yang lemah dan membuat penegakan hukum itu jadi keliru,” ungkap Ari.
MEDIA DAN MASYARAKAT HARUS KAWAL KASUS PERADILAN TOM LEMBONG
Pengamat Ekonomi dan Politik dari PEPS Political Economy and Policy Studies Anthony Budiawan mengatakan bila saat ini Indonesia tengah menghadapi krisis penegakan hukum yang tidak adil. Pasalnya, banyak penguasa menggunakan hukum sebagai alat politik untuk mengkriminalisasi orang lain.
“Hukum saat ini tajam ke bawah, tumpul ke atas,” ungkapnya kepada The Editor.
Ia mengkritisi pejabat dan menteri lainnya yang diduga kuat melakukan tindakan melawan hukum seperti korupsi tapi tidak tersentuh sama sekali karena tengah dekat dengan kekuasaan.
“Sebaliknya, ada pihak yang tidak melakukan kesalahan tetapi “dikriminalisasi”, dicari-cari kesalahannya, agar bisa ditangkap dan dipenjara,” ungkapnya.
Untuk kasus Tom Lembong, Anthony meminta agar masyarakat khususnya media ikut mengawal persidangan ini agar majelis hakim dapat mengambil keputusan sesuai dengan hukum yang berlaku dan adil.
Bila tidak, Ia yakin pihak kejaksaan akan terus berusaha mencari-cari kesalahan Tom Lembong di pengadilan dan mengabaikan fakta yang sudah dibeberkan di pengadilan.
Bila persidangan Tom Lembong adalah murni tindakan penegakan hukum, Anthony meminya agar fakta-fakta yang sudah disampaikan di pengadilan sebagai barang bukti, bukan mengabaikannya.
“Artinya, meskipun tercecer banyak bukti yang sangat kuat bahwa Tom Lembong tidak bersalah dalam kasus pemberian izin persetujuan impor gula seperti dituduhkan oleh Jaksa, tetapi bukan berarti Tom Lembong bisa serta merta mendapat putusan bebas. Karena dari awal kasus Tom Lembong ini terlihat jelas sarat kepentingan politik,” tandasnya.
KEJAKSAAN MEREKAYASA KASUS TOM LEMBONG
Ari membeberkan fakta rekayasa kasus Tom Lembong yang dilakukan oleh kejaksaan. Diantaranya:
1. Saat ditahan oleh kejaksaan, belum ditemukan kerugian negara atas izin impor yang dikeluarkan oleh Tom Lembong.
“Bagaimana seseorang bisa ditahan kalau belum ada kerugian negara?” tanya Ari.
2. Tom Lembong dipidanakan secara sepihak dan melalui paksaan.
Menurut Ari, Tom Lembong ditangkap tanpa melalui peradilan yang benar karena bila kebijakannya sebagai menteri perdagangan dianggap salah maka pemeriksaan yang dilalui seharusnya melalui pemeriksaan di BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), pemberian sanksi administratif hingga PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara).
“Bukan pidana kalau kebijakan. Seandainya pun salah, tapi dalam hal ini Pak Tom kebijakannya tidak salah,” kata Ari.
3. Kejaksaan tidak temukan aliran dana ke Tom Lembong
Ari mempertanyakan apa manfaat persidangan yang tengah dilakukan oleh Kejaksaan ini. Pasalnya, hingga sekarang tidak ditemukan aliran uang ke rekening pribadi Tom Lembong.
INI DAFTAR PERUSAHAAN YANG DITUDUH BEKERJA SAMA DENGAN TOM LEMBONG UNTUK MERUGIKAN NEGARA
1. PT Angels Products atas nama Tony Wijaya Ng
Perusahaan ini dituduh merugikan negara hingga Rp 144.113.226.287,05 melalui kerja sama impor gula dengan Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) atau PT PPI;
2. PT Makassar Tene atas nama Then Surianto Eka Prasetyo
Perusahaan ini dituduh merugikan negara sebesar Rp 31.190.887.951,27 melalui kerja sama impor gula dengan Inkoppol dan PT PPI
3. PT Sentra Usahatama Jaya atas nama Hansen Setiawan
Perusahaan ini dituduh merugikan negara sebesar Rp 36.870.441.420,95 melalui kerja sama impor gula dengan Inkoppol dan PT PPI.
4. PT Medan Sugar Industry atas nama Indra Suryaningrat
Perusahaan ini dituduh merugikan negara sebesar Rp 64.551.135.580,81 melalui kerja sama impor gula dengan Inkoppol dan PT PPI.
5. PT Permata Dunia Sukses Utama atas nama Eka Sapanca
Perusahaan ini dituduh merugikan negara sebesar Rp 26.160.671.773,93 melalui kerja sama impor gula dengan PT Permata Dunia Sukses Utama dengan Inkoppol dan PT PPI.
6. PT Andalan Furnindo atas nama Wisnu Hendraningrat
Perusahaan ini dituduh merugikan negara sebesar Rp 42.870.481.069,89 melalui kerja sama impor gula dengan kerja sama impor gula PT Andalan Furnindo dengan Inkoppol dan PT PPI.
7. PT Duta Sugar International atas nama Hendrogiarto A. Tiwow
Perusahaan ini dituduh merugikan negara sebesar Rp 41.226.293.608,16 melalui kerja sama impor gula dengan kerja sama impor gula dengan PT Duta Sugar International dengan PT PPI.
8. PT Berkah Manis Makmur atas nama Hans Falita Hutama
Perusahaan ini dituduh merugikan negara sebesar Rp 74.583.958.290,80 melalui kerja sama impor gula dengan kerja sama impor gula dengan Inkoppol, PT PPI, dan Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai TNI-Polri/Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (SKKP TNI–Polri/Puskoppol).
9. PT Kebun Tebu Mas atas nama Ali Sandjaja Boedidarmo
Perusahaan ini dituduh merugikan negara sebesar Rp 47.868.288.631,27 melalui kerja sama impor gula dengan kerja sama impor gula dengan PT Kebun Tebu Mas dengan PT PPI.
10. PT Dharmapala Usaha Sukses atas nama Ramakrishna Prasad Venkatesha Murthy
Perusahaan ini dituduh merugikan negara sebesar Rp 5.973.356.356,22 melalui kerja sama impor gula dengan kerja sama impor gula dengan PT Dharmapala Usaha Sukses dengan Inkoppol.