TAIPEI – Resolusi 2758 yang dipakai oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menekan keterlibatan Taiwan sebagai anggota tetap di organisasi internasional tersebut dipertanyakan oleh Menteri Luar Negeri Taipei Jaushieh Joseph Wu.
Dalam keterangan yang diterima The Editor, Joseph mengatakan bahwa teks resolusi tersebut hanya membahas tentang keterwakilan China di PBB harus ditelaah ulang karena PBB tidak menyebutkan kedaulatan China atas Taiwan, juga tidak memberi wewenang kepada China untuk mewakili Taiwan dalam struktur PBB.
“Faktanya China tidak pernah memerintah Taiwan, hanya pemerintah Taiwan yang dipilih oleh rakyat Taiwan melalui prosedur demokrasi yang dapat mewakili Taiwan di kancah internasional. Republik Rakyat China benar-benar salah jika menyamakan Resolusi 2758 PBB dengan Prinsip Satu China Beijing,” ungkap Joseph.
Joseph mengatakan saat ini semua negara seluruh dunia sangat menantikan kemampuan PBB menyelesaikan persoalan covid-19. Ia berharap PBB mau menerima keinginan Taiwan yang ingin berkontribusi pada masyarakat internasional lewat disahkannya Taiwan jadi anggota tetap dewan keamanan PBB.
Joseph menjelaskan lagi bila dalam menghadapi gelombang pandemi yang meningkat baru-baru ini, Taiwan mampu mengendalikan penyebaran covid-19 dengan baik, dan karenanya memiliki kemampuan untuk bekerja sama dengan negara sahabat dan mitra untuk menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh pandemi tersebut.
“Taiwan memiliki kemampuan anti pandemi yang sangat baik, kemampuan untuk memenuhi kebutuhan rantai pasokan global dengan cepat, dan memberikan bantuan substantif berkelanjutan kepada negara mitra. Sehingga tidak ada alasan untuk melarang Taiwan memainkan peran konstruktif di dalam struktur PBB,” ungkapnya lagi.
Oleh karena itu, lanjutnya, PBB sudah seharusnya menerima Taiwan sebagai anggota tetap karena saat ini organisasi tersebut sangat membutuhkan partisipasi setiap pihak untuk menekan penyebaran pandemi corona. Keberhasilan Taiwan menurutnya patut dijadikan sebagai contoh bagi dunia untuk memasukkan Taiwan sebagai anggota.
“Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dalam pidato pemilihannya kembali pada bulan Juni tahun ini, menekankan bahwa pandemi telah membuat semua negara menyadari bahwa kita berbagi kehidupan satu sama lain, hanya dengan bisa menerima partisipasi dari semua pihak, PBB dan semua rakyat negara anggotanya baru bisa benar-benar mendapatkan manfaat. Taiwan adalah kekuatan kebaikan di dunia, dan sekarang adalah saatnya bagi PBB untuk menerima Taiwan, agar Taiwan bisa membantu,” ungkapnya lagi.
PBB Tak Akui Paspor Taiwan
Tekanan China atas Taiwan di PBB dianggap Joseph sebagai sebuah bentuk kekonyolan. Menurutnya, PBB sebagai lembaga netral justru bersikap diskriminatif lewat berbagai aturan seperti dengan mengizinkan para pemegang paspor Taiwan untuk mengunjungi atau menghadiri pertemuan PBB.
Selain itu, lanjutnya, media Taiwan tidak dapat memperoleh kartu pers masuk ke PBB untuk wawancara. Ia mengatakan satu-satunya alasan perlakuan diskriminatif tersebut adalah masalah kebangsaan.
“Mengecualikan rakyat Taiwan dari PBB tidak hanya merusak gagasan multilateralisme, tetapi juga melanggar prinsip-prinsip penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan hakiki sebagaimana yang disebutkan dalam tujuan pendirian Perserikatan Bangsa-Bangsa,” jelasnya.
Taiwan Ikut Membantu PBB Menanggulangi Covid-19
Joseph mengatakan bahwa dalam 60 tahun terakhir Taiwan terus memberikan bantuan kepada negara-negara mitra di seluruh dunia. Setelah PBB mengadopsi agenda 2030 bertemakan pembangunan berkelanjutan, Taiwan menurut Joseph tidak hanya bekerja keras untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan tetapi juga secara aktif membantu negara-negara mitranya dalam mencapai tujuan tersebut.
“Menurut The World Happiness Report 2021 yang diterbitkan oleh Jaringan Solusi Pembangunan Berkelanjutan (SDSN, Sustainable Development Solutions Network), Taiwan adalah yang tertinggi di Asia Timur, dan peringkat ke-24 di dunia, mencerminkan Taiwan telah menerapkan hasil dari SDGs,” ungkapnya.
Untuk mencapai tujuan nol emisi karbon pada tahun 2050, lanjutnya, Taiwan secara aktif membuat panduan (roadmap) dan merumuskan peraturan terkait untuk mempercepat kemajuan pekerjaan.
“Perubahan iklim tidak mengenal batas negara, Taiwan peduli dengan masalah ini,” ungkapnya.