SINGAPURA – Malaysia, Indonesia dan Filipina adalah negara yang paling banyak mengkonsumsi mikroplastik tanpa mereka sadari.
The Strait Times melansir bila penelitian yang dilakukan oleh para peneliti di Universitas Cornell, New York, Amerika Serikat dilakukan di 109 negara.
Hasilnya cukup mengejutkan.
Pasalnya, Indonesia menjadi negara paling banyak mengkonsumsi mikroplastik atau setara dengan 15 gram mikro plastik per bulan.
Jumlah ini disebut sama banyaknya dengan 3 buah kartu kredit.
Dan, yang paling mengejutkan lagi adalah sumber mikroplastik ini justru datang dari makanan hidup seperti ikan dan makanan laut.
Bagaimana Mungkin?
Para peneliti tersebut mengaku menggunakan model penelitian data.
Dari cara ini mereka justru menemukan bila konsumsi harian mikroplastik masyarakat Indonesia justru meningkat 59 kali lipat dari tahun 1990 hingga 2018.
Para peneliti itu bahkan menggunakan tanggal di setiap tahun agar penelitian mereka semakin akurat.
Apa Itu Mikroplastik?
Mikroplastik adalah partikel plastik yang ukurannya lebih kecil dari 5 milimeter.
Saat terurai bentuknya ada yang seperti serat, fragmen atau butiran ketika plastik terurai.
Pelet plastik atau bahan mentah plastik yang tertumpah secara tidak sengaja dapat mencemari lingkungan.
Seiring dengan meningkatnya konsumsi plastik di negara berkembang seperti Indonesia dan Malaysia, metode pengelolaan sampah yang umum, seperti tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) sudah tidak memadai.
Dari penelitian mereka diketahui bila lebih dari 30.000 ton sampah plastik tidak dikelola dengan baik setiap tahunnya.
Apa Akibatnya?
Jika sampah plastik tidak dikelola dengan baik, lanjut penelitian tersebut, maka plastik dari tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) akan terbawa ke sumber air terdekat melalui hujan.
Mikroplastik umumnya tertelan pitoplankton dan zooplankton, yang umum menjadi santapan ikan-ikan dan hewan di air.
Secara tidak langsung masyarakat juga menelan plastik saat memakan makanan laut.
Mikroplastik Bisa Terhirup
Masih dari penelitian tersebut, ternyata mikroplastik juga bisa terhirup.
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Environmental Science & Technology pada tanggal 24 April ini menemukan fakta bila penduduk Tiongkok dan Mongolia menghirup mikroplastik paling banyak di antara 109 negara yang diteliti.
Kedua negara ini diketahui menghirup 2,9 juta partikel per bulan.
Penelitian itu memuat bila kandungan mikroplastik di udara menyerupai debu dan berasal dari abrasi bahan plastik, seperti ban.
Tekstil sintetis juga disebut dapat melepaskan mikroplastik ke udara saat di produksi atau saat dicuci atau dipakai.
“Industrialisasi di negara berkembang, khususnya di Asia Timur dan Selatan, telah menyebabkan peningkatan konsumsi bahan plastik, menyebabkan timbunan sampah, dan serapan mikroplastik oleh manusia,” kata Fengqi You, salah satu penulis studi yang juga seorang profesor teknik sistem energi di Cornell University.
Pria yang juga berkontribusi dalam penelitian tentang mikroplastik ini juga mengatakan bila ternyata negara maju melihat tren penggunaan plastik ini secara berbeda.
Hal ini terjadi karena mereka didukung oleh sumber ekonomi yang sangat besar yang tujuannya untuk mengurangi dan membuang sampah plastik.
Mikroplastik kini tak sekedar masalah lingkungan saja karena sudah mengganggu bagian terdalam dari lautan dan gunung tertinggi di dunia.
Bila tidak ditangani akan meningkatkan masalah kesehatan juga.
Dr Lim Lee Guan, ahli gastroenterologi di Rumah Sakit Mount Elizabeth mengatakan bila penelitian pada hewan menunjukkan bahwa menelan mikroplastik mungkin memiliki efek toksik pada lapisan usus yang memicu respons peradangan dan menyebabkan pembengkakan dan tukak usus.
Selain itu, konsumsi mikroplastik juga mempengaruhi keanekaragaman dan komposisi mikroorganisme yang hidup di dalam usus, ujarnya.
Serta gangguan keseimbangan mikrobioma usus menghambat fungsi pencernaan dan kekebalan usus.
Namun, Dr Lim mengatakan penelitian yang membuktikan mikroplastik memberi dampak buruk pada kesehatan masih sangat terbatas.
“Meski demikian, konsensus di antara seluruh pemangku kepentingan adalah bahwa plastik tidak boleh dibuang ke lingkungan, dan langkah-langkah perlu diambil untuk mengurangi paparan mikroplastik,” katanya.