JAKARTA – Sejumlah media pemberitaan Israel pada Kamis (11/4) mengklaim bahwa Indonesia telah setuju untuk menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel.
Upaya normalisasi hubungan tersebut dikabarkan menjadi jalan yang ditempuh Indonesia demi dapat bergabung dengan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).
Melansir Middle East Eye, media Israel Ynet News melaporkan bahwa Indonesia bersedia menormalisasi hubungan dengan Israel dengan imbalan persetujuan negara itu atas permintaannya untuk bergabung dengan OECD.
Hal ini menyusul penolakan sebelumnya dari Israel terhadap permintaan Indonesia untuk bergabung dengan organisasi yang terdiri dari 38 negara anggota tersebut, karena minimnya hubungan formal di antara kedua negara dan kritik Jakarta terhadap aksi yang dilakukan Israel.
“Negosiasi selama tiga bulan telah berlangsung antara kedua negara, diawasi oleh pihak Israel oleh Menteri Luar Negeri Israel Katz, Ynet melaporkan,” tulis outlet tersebut.
“Dalam pembicaraan tersebut, Katz mengutip kritik Indonesia terhadap Israel sejak pecahnya perang di Gaza pada 7 Oktober, dan dukungan Jakarta terhadap kasus Afrika Selatan di Mahkamah Internasional yang menuduh Israel melakukan genosida di wilayah kantong tersebut,” lanjutnya.
Kemudian, dalam surat yang ditujukan kepada Katz dari Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann, yang dilihat oleh Ynet, disebutkan bahwa dewan organisasi tersebut telah menyetujui syarat yang mengharuskan Indonesia untuk menjalin hubungan diplomatik dengan semua negara anggota OECD sebelum dapat bergabung.
Selain itu, keputusan untuk menerima Indonesia sebagai anggota juga ditentukan dengan adanya kesepakatan bulat di antara semua negara anggota–termasuk Israel.
Di sisi lain, Indonesia sendiri–seperti negara dengan penduduk mayoritas Muslim lainnya–menyatakan bahwa hanya akan mengakui Israel setelah negara Palestina merdeka terbentuk.
“Saya dengan senang hati mengumumkan bahwa Dewan telah secara resmi menyetujui persyaratan awal yang jelas dan eksplisit yang mengharuskan Indonesia menjalin hubungan diplomatik dengan semua negara anggota OECD sebelum mengambil keputusan untuk mengakuinya ke dalam OECD,” tulis Cormann.
“Setiap keputusan di masa depan untuk menerima Indonesia sebagai anggota organisasi tersebut memerlukan kesepakatan bulat di antara semua negara anggota, termasuk Israel,” lanjutnya.
Sebagai tanggapan, Katz menulis bahwa dirinya berharap proses ini akan membawa “perubahan” bagi Indonesia setelah antisipasinya akan adanya “perubahan positif” dalam kebijakan Indonesia terhadap Israel.
“Saya memiliki harapan yang sama dengan Anda bahwa proses ini akan membawa perubahan bagi Indonesia, karena saya mengantisipasi perubahan positif dalam kebijakannya terhadap Israel, terutama meninggalkan kebijakan bermusuhan terhadap Israel, dan memimpin jalan menuju hubungan diplomatik penuh antara semua pihak,” katanya.
Sementara itu, Times of Israel melaporkan bahwa seorang pejabat Israel mengatakan bahwa Indonesia dapat menormalisasi hubungan dengan Israel sebagai bagian dari kesepakatan untuk memuluskan masuknya negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia itu ke dalam forum global negara-negara maju.
Pejabat tersebut, yang berbicara tanpa mau disebutkan namanya, membenarkan laporan di surat kabar Israel Yedioth Ahronoth yang merinci pembicaraan diam-diam selama berbulan-bulan antara Yerusalem, Jakarta, dan Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann.
“Normalisasi akan menandai perubahan yang menakjubkan bagi Indonesia pada saat sentimen anti-Israel di dunia Muslim semakin tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya akibat perang di Jalur Gaza,” tulis outlet tersebut.
“Akan tetapi menjalin hubungan juga akan mengakhiri penolakan Israel terhadap bergabungnya Indonesia ke OECD, menurut laporan tersebut,” lanjut mereka.
Adapun proses memasukkan Indonesia ke OECD, yang merupakan lembaga pemikir terbesar di dunia yang merekomendasikan kebijakan ekonomi bagi anggotanya, telah berlangsung sejak Februari.
Cormann pada awalnya mendapatkan janji dari Indonesia untuk mengubah sikap kritisnya terhadap Israel, namun Katz menolak keras untuk menarik oposisi dari Yerusalem, dengan mengatakan bahwa normalisasi akan diperlukan, lapor Yedioth.