KEPULAUAN FAROE – Agenda perburuan tradisional Kepulauan Faroe yang menargetkan lumba-lumba tahun ini akan dilaksanakan dengan sedikit berbeda.
Pasalnya, jumlah lumba-lumba yang dapat dibunuh dalam kegiatan ini telah dibatasi.
Keputusan ini menyusul kucuran kecaman internasional setelah pembantaian tahun lalu terhadap lebih dari 1.400 ekor lumba-lumba.
Kini, para pemburu paus hanya dapat menangkap 500 ekor lumba-lumba sisi putih Atlantik dalam kurun waktu setahun sebagai bagian dari perburuan grindadráp.
Agenda ini biasanya berlangsung antara bulan Juli dan September.
Tradisi berusia empat abad ini umumnya dilakukan dengan mendorong lumba-lumba ke perairan dangkal di sekitar kepulauan Atlantik Utara dengan perahu motor lalu menyembelihnya untuk mengambil daging dan lemaknya.
Pemerintah di kepulauan Denmark yang semi-independen itu mengumumkan kabar ini pada hari Minggu (10/7).
Mereka mengatakan itu “sebagai tanggapan atas tangkapan yang luar biasa besar” pada 14 September 2021.
“Aspek dari tangkapan itu tidak memuaskan, khususnya jumlah lumba-lumba yang mati dalam jumlah yang luar biasa besar,” kata pemerintah dalam sebuah pernyataan.
Hal ini, katanya, “tidak mungkin menjadi tingkat tangkapan yang berkelanjutan dalam basis tahunan jangka panjang.”
Proposal tersebut diharapkan akan menjadi undang-undang pada 25 Juli, dan akan berlaku untuk musim 2023 juga.
Akankah langkah itu mengurangi pembunuhan paus dan lumba-lumba?
Akan tetapi, beberapa kelompok peduli lingkungan telah menyatakan keraguan mereka mengenai waktu pengumuman.
Sea Shepherd, organisasi konservasi laut yang telah lama berkampanye menentang grindadráp atau grind, mengklaim “kuota yang diusulkan jelas telah disatukan dalam upaya untuk mengalihkan perhatian politisi Inggris”.
Klaim tersebut disampaikan menjelang debat pemerintah tentang masalah ini, Senin (11/7).
Komite Petisi Inggris setuju untuk memperdebatkan petisi yang menyerukan penangguhan perjanjian perdagangan bebas Inggris-Kepulauan Faroe sampai perburuan paus dan lumba-lumba berakhir.
Petisi tersebut mendapat lebih dari 100.000 tanda tangan bulan lalu.
“Pemerintah sangat prihatin dengan berlanjutnya perburuan cetacea di Kepulauan Faroe. Perburuan ini kejam, dan tidak berkelanjutan,” kata menteri perdagangan Andrew Griffith sebagai tanggapan.
Akan tetapi, ia menambahkan bahwa mengabaikan kesepakatan perdagangan Inggris-Faroe akan menjadi “kontraproduktif” karena akan mengurangi pengaruh Inggris pada standar kesejahteraan hewan.
Kampanye ‘Stop the Grind’ Sea Shepherd mengklaim bahwa proposal pemerintah Faroe tidak cukup karena tiga alasan utama.
Disebutkan bahwa kuota 500 lumba-lumba tidak berlaku untuk paus pilot, yang sebenarnya adalah anggota keluarga lumba-lumba dan target utama perburuan ini.
Berdasarkan catatan organisasi tersebut, sekitar 700 paus pilot terbunuh setiap tahunnya.
Sementara itu, jumlah rata-rata lumba-lumba sisi putih yang terbunuh setiap tahun, hanya 193 selama empat dekade terakhir.
Menurut data yang disimpan oleh Kepulauan Faroe, hanya ada 35 lumba-lumba sisi putih yang terbunuh pada tahun 2020.
Melihat jumlah tersebut di bawah kuota, Sea Shepherd mengatakan ini tidak akan mengurangi jumlah lumba-lumba yang terbunuh.
Dan bahkan jika lebih dari 500 lumba-lumba sisi putih dibunuh tahun ini, tampaknya tidak ada hukuman bagi pemburu paus yang melanggar.
Di sisi lain, pembela tradisi perburuan paus menunjukkan fakta bahwa kegiatan itu tidak bertujuan untuk komersial.
Kegiatan ini diatur oleh hukum serta daging dan lemak dibagi atas dasar komunitas.
Pemerintah Faroe mengatakan ini “terus mendasarkan kebijakan dan tindakan pengelolaannya pada hak dan tanggung jawab rakyatnya untuk memanfaatkan sumber daya laut secara berkelanjutan. Ini juga termasuk mamalia laut, seperti paus pilot dan lumba-lumba.”
Sumber: euronews