25.5 C
Indonesia

Inilah Tari Bedhayan, Tarian Anak Perawan Keraton Yang Kini Dipentaskan Kepada Publik

Must read

JAKARTA – Tubuhnya mengayun lembut mengikuti irama lantunan lagu Jawa tradisional. Begitu pula dengan gerakan tangannya yang sesekali menyentuh kain yang terikat erat di pinggangnya.

Suara gending jawa klasik memenuhi seluruh ruangan studio Jaya Suprana School of Performing Arts yang beralamat di lantai dasar Mall of Indonesia, Kelapa Gading. 

Terlihat empat wanita cantik menari saat Redaksi The Editor berkunjung. Lantai dari kayu ruangan studio yang seyogianya diinjak tanpa alas kaki terasa sangat berat untuk dilewati dengan alas kaki sepatu. 

Baca Juga:

Namun keempatnya tetap menari tanpa terganggu sedikitpun. Dengan senyum hangat mereka menyapa kehadiran saya.

“Saya menari dulu ya mbak,” ujar Aylawati Sarwono, Direktur Utama MURI, pendiri Jaya Suprana School of Performing Arts saat ditemui di studionya.

Usai berlatih, Ayla, demikian sapaan akrab wanita ini menjelaskan bahwa saat ini ia dan empat penari yang ada bersamanya tengah mempersiapkan diri untuk ikut ajang Festival Bedhayan yang akan diadakan tahun 2023 mendatang. 

Katanya, ia ingin mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menghadapi festival tersebut. Dan, perlu diketahui bahwa perhelatan Tari Bedhayan adalah ajang tahunan yang diselenggarakan langsung oleh Jaya Suprana School of Performing Arts.

Ayla secara khusus memperkenalkan seorang perempuan yang ia sebut sebagai ‘guru’ saat itu. Namanya adalah Dewi Sulastri (60) seorang penari Jawa yang masuk dalam kelompok tari besutannya dengan kemampuan yang sangat istimewa. 

Suaranya yang merdu saat menembang dan gerakan tari yang sempurna membuat Aylawati Sarwono selalu membawa Dewi Sulastri pentas bersama di berbagai panggung prestisius kelas dunia seperti Sydney Opera House, gedung UNESCO Paris, Carnegie Hall New York, juga di berbagai kota dunia lainnya seperti Moscow dan Bangkok.

“Sampai pentas di Istana Negara dihadapan Presiden RI dan jajaran kabinetnya,” ungkapnya.

“Bedhoyo itu asalnya dari keraton dan itu adalah tarian yang sangat sakral dan biasanya tidak akan keluar (dipertontonkan) ke masyarakat umum, bahkan sampai sekarang,” ujar Dewi yang sangat memahami falsafah Tari Bedhoyo.

Pada jaman dahulu, lanjutnya lagi, Tari Bedhoyo hanya akan ditarikan oleh anak gadis yang masih perawan dan juga hanya akan ditonton oleh tamu-tamu Raja Jawa. 

“Namun di era sekarang ini tarian ini sudah diperbolehkan hidup dan ditarikan oleh kalangan orang biasa,” katanya lagi.

Untuk menjaga kelestarian tarian jawa klasik ini, Dewi yang terlihat sangat cantik dan menawan mengatakan bahwa sengaja menciptakan  tarian kreasi baru untuk Tari Bedhoyo yang ia sebut dengan Tari Bedhayan.

Aylawati Sarwono (depan) tampak giat berlatih menghadapi festival Bedhayan 2023 di studio tari miliknya di gedung Mall of Indonesia, Jakarta Utara (Foto: MURI: THE EDITOR)

Dan, Ayla melalui Jaya Suprana School of Performing Arts miliknya sengaja mengadakan pagelaran Festifal Tari Bedhayan dalam beberapa tahun terakhir untuk melestarikan tarian ini.

Festival Bedhayan memberi kesempatan bagi para penari menampilkan Tari Bedhayan hasil kreasi mereka masing-masing.

Dewan juri yang hadir juga sangat profesional, diantaranya Gusti Mung dari Keraton Solo, GP Sulistianto sang Maestro Tari Jawa, para profesor dari ISI Yogya, dan lain sebagainya.

Tari Bedhayan Memiliki Cerita Khusus

Untuk mementaskan Tari Bedhayan, kelompok tari tentu dilengkapi dengan berbagai macam atribut sesuai dengan jalur cerita yang dipilih.

Mulai dari design kostumnya, motif batiknya, model sanggul, sampai peralatan yang akan dipakai menari untuk melengkapi, seperti kipas, gendewa atau panah, tumbak atau tombak, dadap, cundrik dan lain-lain.

“Yang semuanya disesuaikan seiring thema tarian yang diusung,” katanya. 

Dewi yang merupakan sarjana tari lulusan Institut Seni Tari (ISI) Yogyakarta ini juga mengatakan bahwa Tari Bedhoyo klasik dan Tari Bedhayan Kreasi yang ia buat memiliki kemiripan hingga 75%. 

Namun berhasil mengubah durasi tari dari seharusnya 2,5 jam menjadi 15 menit menjadi tantangan tersendiri bagi Dewi. 

Ada berbagai syarat dan ketentuan khusus untuk mementaskan tarian sakral ini, diantaranya penari yang jumlahnya harus ganjil, idealnya 9 orang penari yang konon akan digenapi menjadi 10 oleh Nyai Loro Kidul, Sang Penguasa Laut Selatan.

Sementara itu, untuk alat musik yang dipakai saat pementasan adalah gamelan yang terdiri dari 15 orang pemain instrumen musik gamelan serta 5 orang sworowati (pesinden) dan wiroswara (penyanyi pria).

Aylawati Sarwono (depan) dalam pertunjukan Tari Bedhayan yang dipentaskan pada tahun 2018 lalu (Foto: MURI/ THE EDITOR)

Membuat Tari Bedhoyo Lebih Dikenal Oleh Anak Muda

Ayla mengatakan visi dan misi Festival Tari Bedhayan ini adalah untuk memperkenalkan tari klasik ini ke generasi muda dan memberikan wadah serta kesempatan kepada kelompok-kelompok tari bedhayan dari berbagai kalangan untuk berpentas.

“Sekaligus juga menunjukkan kreasi baru perkembangan tari klasik ini agar tidak punah dilupakan,” ungkapnya.

Setelah absen selama dua tahun karena terpaan pandemi corona di seluruh dunia, Festival Bedhayan akan kembali digelar pada 2023 nanti. Rencananya akan dipilih 13 kelompok yang bisa ikut dalam festival ini. 

Ayla sebagai ketua penyelenggara berharap para kelompok Tari Bedhayan akan semakin semangat kreatif mementaskan ciptaan bedhayan masing-masing.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru