AMERIKA SERIKAT – Manuel Rocha, mantan Duta Besar Amerika Serikat (AS) divonis bersalah karena menjalankan tugas ganda sebagai agen mata-mata pemerintah Komunis Kuba.
Hukuman telah dijatuhkan oleh pengadilan setempat. Namun AS menilai tindakan Manuel menjadi sebuah bukti keberhasilan Kuba membobol sistem pertahanan AS.
Siapakah Manuel sebenarnya?
Dilansir dari Politico, Manuel pernah bertugas di posisi strategis sebagai Duta Besar AS di Bolivia.
Selain itu, ia juga memiliki rekam jejak sebagai pejabat penting di Argentina, Meksiko, Gedung Putih, dan beberapa posisi strategis AS di Havana.
Manuel lulus dari Universitas Yale tahun 1973. Manuel langsung pergi ke Chile, dan langsung menjadi akrab dengan Badan Intelijen Kuba atau DGI.
Karir lain yang ia jalani usai menjabat sebagai duta besar adalah penasehat khusus komandan Komandan Selatan AS.
Bahkan baru-baru ini ia juga terdaftar sebagai salah satu pendukung calon presiden AS Donald Trump.
Namun menurut jaksa penuntut persidangan kasus Manuel, dikatakan bila posisinya sebagai pendukung Donald Trump hanyalah kedok semata agar tidak terlihat sebagai mata-mata.
Dari sekian banyak pertanyaan tentang kasus Manuel, ada satu yang paling disoroti adalah tentang alasan yang membuat FBI memunculkan kasus ini.
Karena Manuel sudah bertahun-tahun pensiun dari jabatannya sebagai duta besar di negara lain.
Manuel sendiri diberatkan dengan rangkaian rekaman percakapan rahasia antara dia dan mata-mata dari Kuba.
Mata-mata Kuba itu diketahui menyebut nama sebagai Miguel, dan menghubungi Manuel lewat pesan WhatsApp.
Dalam pesan tersebut Miguel mengaku mendapat pesan dari teman Manuel di Havana.
Manuel dikenal memuji mendiang Pemimpin Kuba Fidel Castro. Ia bahkan menyebut Castro dengan panggilan “Komandan” dalam sebuah percakapan.
“Manuel bahkan menyebut AS sebagai musuh, dan membual tentang pengabdiannya selama lebih dari 40 tahun sebagai tikus Kuba di tengah lingkaran kebijakan luar negeri AS,” kata Jaksa dalam catatan pengadilan.
“Apa yang telah kami lakukan… sungguh luar biasa… lebih dari sekadar Grand Slam,” kata Rocha dalam catatan tersebut sebagaimana dilansir oleh Politico.
Bahkan sebelum hukuman dijatuhkan pada Jumat waktu setempat, perjanjian pembelaan untuk Manuel menuai kritik dari komunitas pengasingan Kuba di Miami, dan pengamat.
Menurut mereka pengadilan terlalu lunak dalam memperlakukan Manuel.
“Hukuman apa pun yang memungkinkan dia untuk kembali mendapat sorotan bukanlah sebuah keadilan,” kata Carlos Trujillo, seorang pengacara Miami yang menjabat sebagai Duta Besar AS untuk Organisasi Negara-negara Amerika pada masa pemerintahan Trump.
“Dia adalah mata-mata musuh asing yang membahayakan nyawa orang Amerika,” katanya lagi.
Isel Rodriguez (55) mengatakan bila ia tidak bisa memaafkan Manuel. Pernyataan ini disampaikan bersamaan oleh para demonstran yang membawa bendera AS yang merasa dikhianati oleh AS.