JAKARTA – Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) sebut tren pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (USD) memukul industri karena dapat menggerus laba perusahaan.
Ketua Umum Gapmmi, Adhi Lukman membeberkan bahwa pelemahan rupiah akan membuat industri semakin tergerus mengingat banyak bahan baku impor dan pembiayaan lainnya yang dibeli dengan dollar AS.
Sebagaimana diketahui, ada banyak bahan baku dan bahan tambahan yang diimpor seperti kedelai, susu, garam, jagung food grade, dan gula serta bahan lainnya.
“Sudah rupiah melemah, biaya pengapalan luar negeri naik 3-4 kali lipat. Disisi lain ekspor juga semakin kompetitif dimana dengan ini buyer tertekan sehingga minta harga yang lebih baik,” paparnya seperti dilansir dari Kontan pada selasa (18/6).
Ia menyerukan untuk pemerintah perlu mengantisipasi keadaan ini dengan mengintervensi permasalahan pelemahan dollar AS terhadap rupiah.
Adapun aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE) perlu direvisi karena itu menjadi beban bagi industri dan pemerintah perlu memikirkan insentif ekspor agar semakin membantu devisa.
Untuk industri, Gapmmi mengatakan bahwa solusi antisipasi yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan efisiensi bahan baku serta menarik alternatif dengan sumber daya lokal atau negara alternatif pengimpor bahan baku.
Lebih lanjut lagi ia jelaskan bila saat ini perlu dilakukan penguatan produksi di hulu agar ketergantungan bahan baku impor semakin kecil.
“Kenaikan harga kan memang tergantung masing-masing industri, tapi yang jelas HPP naik dan menggerus laba. Jikalau harga dinaikkan pun tidak akan bisa sebesar kenaikan biaya karena mengingat daya beli konsumen akan semakin menurun,” imbuhnya.
Gapmmi juga menambahkan bila idealnya nilai tukar rupiah terhadap USD ini stabil dan seharusnya pemerintah bisa melakukan intervensi agar rupiah tetap berada di kisaran harga maksimal Rp16.000.
Rupiah Ambruk Posisi Paling Lemah Sejak April 2020
Sebagaimana diketahui, pada Minggu (16/6) kemarin, Kontan merilis bila nilai tukar rupiah pekan ini babak belur dihantam sentimen eksternal dan internal.
Nilai tukar rupiah kali ini mencapai level paling lemah sejak awal April 2020 atau dalam lebih dari empat tahun terakhir.
Kekhawatiran jebolnya APBN menurut media tersebut akan menambah beban rupiah yang tertekan prospek suku bunga tinggi Federal Reserve yang bertahan lama.
Mengutip Bloomberg, Jumat (14/6), rupiah spot pekan ini ditutup pada level Rp 16.412 per dolar Amerika Serikat (AS).
Dalam sepekan rupiah melemah 1,33% dan melemah sekitar 0,87% secara harian.
Sementara itu, rupiah Jisdor Bank Indonesia (BI) ditutup pada level Rp 16.374 per dolar AS, Jumat (14/6).
Secara mingguan rupiah terpantau turun 0,96% dan melemah sekitar 0,54% secara harian.