THE EDITOR – Di Nusantara pernah beredar tiga jenis mata uang pendudukan Jepang, yakni De Japansche Regeering (berbahasa Belanda), Pemerintah Dai Nippon (berbahasa Indonesia), dan Dai Nippon Teikoku Seihu (berbahasa Jepang) yang menggunakan gambar rumah adat Karo.
Mata uang ini dibuat pada masa 1942-1943. Dari ketiga jenis itu, yang menarik adalah uang kertas bertuliskan Dai Nippon Teikoku Seihu.
Seri Dai Nippon Teikoku Seihu (Dai Nippon = Jepang Raya, Teikoku = Kekaisaran, dan Seihu = Pemerintahan) merupakan seri pertama yang menggunakan kata Roepiah.
Sebelum mata uang ini keluar, masyarakat umum menggunakan Gulden. Cetakan uang ini masih sederhana dan belum memiliki benang pengaman.
Uang kertas Dai Nippon Teikoku Seihu terdiri atas lima pecahan, yakni Setengah Roepiah, Satoe Roepiah, Lima Roepiah, Sepoeloeh Roepiah, dan Seratoes Roepiah.
Yang sering menjadi bahan pembicaraan adalah uang bernominal lima roepiah karena sentuhan budaya lokal mulai terlihat di uang itu.
Mata uang lima roepiah ini di bagian belakang bergambar seorang wanita dari suku Minang dan di bagian depannya bergambar rumah adat.
Semula banyak orang beranggapan bahwa gambar rumah adat tersebut adalah rumah adat Minang. Pandangan ini mungkin dihubungkan dengan gambar bagian belakang si wanita Minang.
Karena gambar tersebut adalah lukisan rumah adat Karo. Ciri-ciri yang sangat menonjol adalah atap ijuk serta tanduk kerbau.
Hancur
Beberapa peninggalan Suku Karo masih bisa ditemukan di Tanah Karo, Sumatera Utara biasanya berupa rumah-rumah adat atau tradisional.
Sejumlah rumah adat memang masih tersisa hingga kini. Berhubungan dengan uang kertas Dai Nippon tadi, tentu yang layak dibicarakan adalah rumah adat yang dinamakan Sepulu Enem Jabu, bermakna dihuni oleh 16 keluarga dalam satu kekerabatan.
Dibandingkan semua rumah adat, Sepulu Enem Jabu merupakan rumah adat tertinggi dan terbesar.
Sebuah sumber di grup Facebook Asosiasi Numismatik Nusantara menyebutkan, Rumah Karo tersebut menjadi tempat kediaman Pa’Mblegah, Kepala Suku Karo pada awal abad ke-20. Terletak di Kabanjahe, antara Berastagi dengan Danau Toba. Kemungkinan besar rumah tersebut hancur pada 1946-1947 karena konfrontasi rakyat terhadap Belanda.
Foto dokumentasi Rumah Karo antara lain ada di Tropen Museum, Belanda. Itulah salah satu keuntungan adanya uang-uang kertas lama yang masih tersimpan. Bisa digunakan sebagai bahan dokumentasi atau perbandingan.
Artikel ini sudah pernah tayang di Kompasiana pada tanggal 16 Mei 2018.