JAKARTA – Kementerian Perdagangan diminta untuk tidak langsung menuduh perusahaan logistik dalam menyelesaikan kasus maraknya peredaran barang impor ilegal di Tanah Air.
Sebagaimana diketahui, satuan tugas (satgas) impor yang dibentuk oleh Kementerian Perdagangan mengaku tengah mendalami peran perusahaan logistik dalam kasus impor barang ilegal milik warga negara asing yang ditemukan di kawasan Kapuk Kamal Raya, Penjaringan, Jakarta Utara pada Jumat (26/7) lalu.
“Tidak perlu kita menuduh perusahan logistik. Silahkan saja dibuktikan melalui pembuktian satgas mafia impor. Jadi jangan sekedar menuduh, jadikan praduga tak bersalah sebagai basis,” ujar anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron pada Kamis (15/8).
Menurut Herman, menuduh perusahaan logistik sebagai pelaku peredaran barang impor hanya akan merusak sistem perekonomian nasional.
“Nanti berdampak pada perekonomian nasional,” ungkapnya.
Sikap satgas yang tidak memeriksa para importir dan perbatasan yang dikelola oleh Bea Cukai sejak awal juga mengundang tanya Herman. Karena, menurutnya, satu-satunya ujung tombak masuknya barang impor ilegal ke Indonesia berada di perbatasan.
“Semua seharusnya ada di border (persoalannya). Harus ada pemeriksaan terhadap para importir,” ungkapnya.
“Saran ke Kemendag adalah tidak perlu ada tuduhan. Silahkan kalau indikasi buktikan dan beri sanksi kalau ada bukti,” tambah Herman lagi.
Jangan Kambing Hitamkan Perusahaan Logistik
Hal senada juga diungkapkan dengan tegas oleh Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha (LKPU) dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Ditha Wiradiputra saat ditanya tanggapannya mengenai pernyataan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan yang meminta agar perusahaan logistik tidak melayani penyewa yang ingin menggunakan gudangnya untuk menyimpan barang ilegal.
Ia meminta pemerintah untuk tidak mengkambinghitamkan perusahaan logistik saat tidak berhasil memberantas peredaran barang impor ilegal di Tanah Air.
“Dasar pembuktian yang jelas. Ini bisa dikatakan mau cari kambing hitam atas ketidakberhasilan pemerintah,” ungkapnya saat dihubungi pada Jumat (2/8).
Bila memang ingin menyelesaikan persoalan barang impor ilegal yang masuk ke pasar Indonesia, lanjutnya, seharusnya pemerintah mengambil tindakan yang jelas dan tegas.
Misalnya, bila perusahaan logistik dianggap mencurigakan, maka aparat seharusnya menyasar pintu masuk barang-barang ilegal ini yang umumnya dimulai dari pelabuhan atau penerbangan.
“Kalau logistik, kenapa nggak tunjuk pelabuhan? Kan dari sana. Kenapa nggak ke industri penerbangan? Kan kargo-kargo itu masuk dari sana semua,” tambahnya.

Ia juga menganggap pernyataan Menteri Zulkifli blunder tanpa memahami persoalan tentang sistem dalam ekspor impor. Pasalnya, perusahaan logistik manapun di Indonesia hanya akan menjalankan fungsinya bila barang dinyatakan lolos dari pintu pelabuhan dan bandara manapun.
Bila ingin menghentikan barang ilegal masuk ke Jakarta, maka Menteri Zulkifli ia imbau untuk memeriksa bea cukai yang memperbolehkan barang tersebut lolos.
“Mereka (perusahaan logistik) kan cuma mengantarkan. Yang masalah kenapa bisa lewat? Kalau di bandara mereka bisa bongkar ya nggak mungkin bisa lolos,” ungkapnya.
Keberadaan satgas impor ini menurut Dhita juga hanya ‘kosmetik’ belaka untuk mengucurkan uang negara bagi sebagian orang.
Profesionalisme satgas impor yang saat ini bekerja dipertanyakan oleh Dhita bila hanya menuduh tanpa menyelesaikan persoalan yang sebenarnya tentang di balik maraknya barang impor ilegal di Jakarta.
Asosiasi Logistik Pertanyakan Sikap Pemerintah Saat Ini
Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia Mahendra Rianto juga mempertanyakan hal yang sama. Karena selama ini, perusahaan logistik hanya perpanjangan tangan dari penerima barang.
Ia menegaskan bahwa status barang yang masuk ke Indonesia tidak bisa lagi disebut ilegal ketika sudah tiba di darat atau saat lolos dari pemeriksaan Bea Cukai.
“Sekarang kita ambil kasus yang kemarin terjadi. Kasus itu, kita mesti cek barang yang ada di gudang siapapun di negeri ini. Ketika dia tidak terlibat dalam pengurusan pelabuhan kepabeanannya maka dia tidak bisa dibilang ilegal, karena kita nggak tau itu barang dari mana. Yang tahu adalah yang melalui kepabeanan. Siapa yang mengurus? Perusahaan yang ditunjuk,” jelasnya.
“Kalau dia tidak terlibat dalam rangkaian itu dan barang ada di gudang dia, dia tidak bisa dipersalahkan secara langsung,” lanjutnya.
Sebagaimana diketahui, pada Jumat (26/7) lalu Menteri Perdagangan bersama dengan satgas barang impor ilegal mengadakan sidak ke kawasan Kapuk Kamal Raya, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara untuk mengawasi keberadaan barang impor ilegal.
Di lokasi, tim satgas menemukan gudang yang dipenuhi oleh barang impor ilegal seperti smartphone, komputer, tablet, pakaian jadi, mainan anak, sepatu, sandal dan barang elektronik lainnya.
Terkait hal ini, Mahendra kembali mengingatkan bahwa pemerintah tidak bisa menyalahkan pengelola gudang sebelum melakukan investigasi secara menyeluruh.
“Kalau hanya sebagai pengelola gudang ya nggak bisa dipersalahkan. Tapi kalau sebagai forwarder, dan ada izin forwarder dan melakukan custom clearance istilahnya, ya, terhadap barang tersebut dan ternyata barang tersebut termasuk sebagai barang yang diatur tata niaganya dan melakukan pembenaran maka salah dia. Gampang sekali dicek,” ungkapnya.
Bila ada perusahaan logistik yang dinyatakan bersalah, lanjutnya, pemerintah juga bisa langsung mencabut izin perusahaan mereka. Jadi, ia meminta agar Menteri Zulkifli melihat persoalan impor barang ilegal ini secara luas dan menyeluruh.

Perusahaan Logistik Jadi Korban
Peneliti dan Youtuber Criminal Law Department dari Universitas Gadjah Mada Muhammad Fatahillah Akbar mengatakan bahwa perusahaan logistik, dalam kasus di atas, adalah korban.
Hal ini merujuk pada Undang-Undang nomor 10 Tahun 1995 jo. Undang-Undang nomor 17 tahun 2006 Tentang Kepabeanan yang menyebutkan bahwa setiap aktivitas impor harus tunduk pada aturan kepabeanan.
Dan, bila perusahaan logistik hanya bertindak sebagai perusahaan 4PL (Fourth Party Logistics / logistik pihak keempat) atau yang sering dikenal sebagai akselerator bisnis logistik digital, maka perusahaan tersebut dapat dikatakan tidak memiliki kesalahan jika telah melakukan prosedur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Jika perusahaan pengimpor barang melakukan pemalsuan dokumen atau pencatatan palsu, maka perusahaan tersebut seharusnya tidak dapat bertanggung jawab,” jelas Akbar.
Ia mengingatkan satgas impor bahwa jika perusahaan logistik sudah melakukan impor sesuai prosedur, namun perusahaan pengimpor ternyata tidak mengikuti prosedur, maka perusahaan logistik memenuhi error facti atau kesesatan fakta.
“Dalam hukum pidana dikenal, Afwezigheid van alle schuld (Avas) atau tidak ada kesalahan sama sekali merupakan alasan penghapus pidana yang mana pelaku telah cukup berusaha untuk tidak melakukan delik. Sehingga perusahaan logistik sebagai pengirim saja tidak dapat bertanggung jawab jika ditemukan penyelundupan. Pihak pengirim dan penerima juga harus dapat bertanggung jawab,” ungkapnya lagi.
Akbar menjelaskan bahwa saat ini terdapat kasus besar tindak pidana korupsi yang melibatkan bea cukai dalam proses impor sebagaimana telah diputus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 4952 K/Pid.sus/2021.
Dalam putusan tersebut, lanjutnya, tanggung jawab utamanya dibebankan kepada Pejabat Bea Cukai yang menerima suap izin impor.
Putusan tersebut, kata Akbar, membuat Mahkamah Agung mempertimbangkan bahwa dengan adanya penyalahgunaan izin impor maka terjadi lonjakan impor tekstil dan merugikan produksi tekstil dalam negeri dan berakibat pada ditutupnya sejumlah UMKM tekstil.
“Kemudian, mengakibatkan pemutusan hubungan kerja. Penyalahgunaan izin tersebut dianggap bertentangan dengan kebijakan ekonomi makro dalam melindungi daya saing industri tekstil dalam negeri terhadap tekstil impor,” katanya.
Berkaca dari kasus tersebut, Akbar mengimbau agar pemerintah memperkuat peran Bea Cukai dan memperkuat integritas di dalam tubuh Bea Cukai serta menindak tegas oknum yang terlibat penyelundupan.
“Jangan sampai penindakan hukum malah menghambat investasi. Oleh karena itu, penindakan juga harus dilakukan dengan kehati-hatian,” pungkasnya.