JAKARTA – Inflasi membuat membuat harga tiket di sektor pariwisata melonjak tinggi. Demikian dikatakan Senator Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Nusa Tenggara Barat, Achmad Sukisman Azmy dalam Rapat Kerja dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Bank Indonesia membahas tentang Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun 2025, Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2025-2029, dan Rancangan Rencana Kerja Pemerintah 2025 bersama DPD RI.
“Kami di daerah pariwisata seharusnya menikmati lebih banyak keuntungan, tetapi justru mendapatkan banyak hal yang tidak baik”, kata Sukisman dalam keterangan yang diterima Redaksi The Editor pada Rabu (12/6).
“Kita berharap kedepannya daerah pariwisata mendapatkan keuntungan yang tinggi” harap Sukisman kepada pemerintah.
Sukisman juga menyampaikan keluhan dari masyarakat, yakni kenaikan pajak dari 10 persen ke 12 persen yang ia ketahui sangat memberatkan masyarakat.
Padahal sebenarnya banyak sekali potensi-potensi pajak yang bisa didapatkan tanpa perlu membebankannya kepada masyarakat seperti pemberlakuan pajak lalu lintas laut dan udara serta pajak di sektor digital.
“Banyak sekali sebetulnya potensi-potensi pajak” tuturnya.
Penguatan Rupiah Hanya Narasi Saja
Hal serupa juga disampaikan oleh Tamsil Linrung, Anggota DPD RI dari Sulawesi Selatan.
Katanya saat ini pelemahan dan penguatan Rupiah terhadap Dollar Amerika hanya enak secara narasi saja.
Padahal, lanjutnya, terdapat perbedaan yang sangat diametral antara ketika terjadi pelemahan dengan penguatan.
Di samping itu, masih kata Tamsil, terkait pemaparan dari Menteri Keuangan, ia mendukung program creative financing yang dikeluarkan oleh Sri Mulyani.
Namun, ia tetap menegaskan agar perlu hati-hati agar hak-hak masyarakat tetap terjaga.
Relaksasi Izin Impor Justru Bikin Pabrik Tekstil Dalam Negeri Tutup
Sementara itu Casytha Kathmandu, Anggota Komite IV DPD RI dari Jawa Tengah, mengulas kembali bahasan Visi Indonesia Emas 2045 yang sasaran utamanya adalah kemiskinan menuju 0 persen dan ketimpangan berkurang.
Namun, menurutnya berdasarkan fakta di lapangan, Permendag Nomor 8 Tahun 2024 merelaksasi aturan impor sehingga ada tahapan perizinan impor yang dipotong.
“Salah satu dampaknya adalah impor tekstil jadi meningkat” tegasnya.
Akibatnya kebijakan ini, lanjut Casytha, pabrik tekstil banyak yang tutup dan melakukan banyak PHK di Jawa Tengah.
“Dengan adanya permendag tersebut, ditambah dengan penambahan pajak dan adanya tapera, artinya cost bagi pengusaha bertambah” tambahnya.
“Bagaimana langkah sebenarnya pemerintah untuk mencapai Indonesia Emas saat di lapangan tidak menggambarkan hal tersebut?” pungkasnya.
Gejolak UKT Terjadi di Banyak PTN di Sumatera Utara
Protes juga disampaikan oleh Faisal Amri, Anggota Komite IV DPD RI dari Sumatera Utara.
Ia menjelaskan bahwa saat ini terjadi gejolak tentang Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Sumatera Utara. Hal ini terjadi di banyak Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di provinsi tersebut.
“Akhirnya, saya melihat PTN ini seperti PTS. Saya pikir ini perlu dievaluasi mengenai status kampus-kampus kita ini. Kenyataannya, lebih murah kuliah di PTS” ucap Faisal.
Menteri Diminta Hati-Hati Agar Ekonomi Terus Bertumbuh
Maya Rumantir, Senator dari Provinsi Sulawesi Utara memberi beberapa pesan karena kebijakan fiskal dan APBN sangat penting untuk menangani persoalan bangsa.
Ia berpesan agar para menteri berhati-hati agar pertumbuhan ekonomi terus berlanjut.
“Bagaimana menteri menjaga kehati-hatian sehingga pertumbuhan ekonomi terus berkelanjutan”.
Selain itu, ia juga berpesan agar perancangan APBN 2025 tidak menimbulkan risiko bagi pemerintah.
Di bagian penutup ia meminta agar pemerintah menjaga kepercayaan investor agar terus terlibat dalam pembangunan IKN.
IUP Baiknya Dikelola Oleh Profesional Saja
Amirul Tamim, Senator dari Provinsi Sulawesi Tenggara menyampaikan perhatiannya tentang pilkada serentak.
Menurutnya selama ini ia belum melihat adanya sinkronisasi dan harmonisasi di lapangan termasuk dalam hal Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS).
Salah satu kendala, menurut analisisnya, berupa perbedaan level koordinasi di daerah.
“Perlu perhatikan jajaran eselon di bawah,” sarannya kepada pemerintah.
Amirul juga memberi catatan terkait IUP kepada ormas. Dimana IUP itu diberikan kepada profesional saja masih banyak menimbulkan bencana kepada masyarakat.
“Itu perlu menjadi catatan penting kedepannya” pungkasnya.