JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap bahwa tingkat inflasi yang terjadi pada bulan Februari 2023 lebih rendah secara bulan ke bulan (month-to-month/m-to-m) dibandingkan dengan inflasi pada bulan Januari 2023.
Hal itu disampaikan oleh Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini dalam agenda rutin Rilis Berita Resmi Statistik yang diadakan hari ini, Rabu (1/3), baik secara offline maupun online.
Disebutkan olehnya, secara m-to-m, inflasi pada bulan Februari 2023 tercatat di persentase 0,16%, lebih rendah dari inflasi Januari 2023 yang tercatat sebesar 0,34%.
“Atau terjadi kenaikan indeks harga konsumen dari 113,98 pada Januari 2023 menjadi 114,16 pada Februari 2023,” tambahnya.
Sementara itu, secara y-on-y (Februari 2023 terhadap Februari 2022), terjadi inflasi sebesar 5,47 %. Kemudian, secara tahun kalender (Februari 2023 terhadap Desember 2022) terjadi inflasi sebesar 0,50%.
Lebih lanjut, Pudji menjelaskan bahwa penyumbang inflasi bulanan terbesar pada Februari 2023 adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau.
Di samping itu, ada juga kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi, dengan deflasi terdalam tercatat terjadi di kelompok transportasi.
“Komoditas penyumbang inflasi secara m-to-m terbesar di antaranya adalah beras, rokok kretek filter, bawang merah, cabai merah, dan rokok putih,” papar Pudji kemudian.
“Komoditas pendorong deflasi secara m-to-m terbesar untuk kelompok transportasi adalah tarif angkutan udara,” tambahnya.
Adapun dari 90 kota indeks harga konsumen (IHK) di seluruh Indonesia, terdapat 63 kota yang mengalami inflasi dan 27 kota mengalami deflasi.
Dari 63 kota tersebut, 37 kota di antaranya berhadapan dengan tingkat inflasi di atas inflasi nasional. Inflasi 26 kota lainnya berada di bawah inflasi nasional.
Kota yang mengalami inflasi tertinggi adalah Ternate, dengan tingkat inflasi tercatat berada di persentase 1,85%.
Kota di Provinsi Maluku Utara itu memiliki setidaknya enam komoditas penyumbang inflasi, yaitu ikan segar (andil 1,45%), angkutan udara (0,19%), cakalang yang diawetkan (0,12%), kangkung (0,09%), beras (0,05%), dan rokok kretek filter (0,04%).
“Inflasi m-to-m pada Februari 2023, sebesar 0,16%, didorong oleh inflasi di seluruh komponen,” lanjut Pudji.
Ada tiga komponen yang dimaksud dalam hal ini, yaitu komponen inti, komponen harga yang diatur pemerintah, dan komponen harga bergejolak.
Komponen inti mengalami inflasi bulanan sebesar 0,13%, lebih rendah dari Januari 2023 yang sebesar 0,33%. Komponen ini memiliki andil sebesar 0,08%.
Tekanan inflasi yang lebih rendah dibanding bulan sebelumnya disebutkan sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan.
Komoditas yang dominan memberikan andil terhadap inflasi dari komponen ini adalah sewa rumah dan upah asisten rumah tangga.
Sementara itu, komponen harga yang diatur pemerintah mengalami inflasi bulanan sebesar 0,14%, lebih tinggi daripada Januari 2023 yang mengalami deflasi sebesar -0,55%.
Dengan komoditas rokok kretek filter dan rokok putih mendominasi dalam memberikan andil terhadap inflasi dari komponen ini–dampak lanjutan dari kenaikan cukai rokok, komponen ini memberikan andil sebesar 0,03%.
Terakhir, komponen harga bergejolak mengalami inflasi sebesar 0,28%, lebih rendah dibandingkan Januari 2023 yaitu sebesar 1,41%.
Komponen ini sendiri memiliki andil sebesar 0,05%, dengan komoditas yang mendominasi dalam memberikan andil terhadap inflasi adalah beras, bawang merah, cabai merah, bawang putih, dan kentang.