JAKARTA – Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karo Munarta Ginting membantah bila pihaknya menggunakan tari-tarian di luar Suku Karo dałam pembukaan Festival Bunga dan Buah yang berlangsung pada tanggal 4-6 Juli 2024 kemarin.
Saat dihubungi oleh Redaksi The Editor pada Selasa (9/6), Munarta mengatakan bila tarian batak yang viral di media sosial beberapa hari belakangan ini saat festival berlangsung tidak muncul saat pembukaan di pagi hari, melainkan di sore hari sekitar pukul 17:30 WIB.
“Mereka perform di jam 5.30 sore. Habis acara mereka langsung break isoma (istirahat, sholat dan makan),” ungkapnya.
Ia ungkapkan bila Festival Bunga dan Buah di Taneh Karo berlangsung selama 3 hari. Pembukaan festival ini diadakan pada hari pertama dan berlangsung di pagi hari.
Tak hanya itu, lanjutnya, dia ingin agar setiap orang memahami bila di setiap perhelatan ternyata setiap kabupaten yang bertetangga dengan Kabupaten Karo akan diundang.
“Dan sudah ada tarian dari 7 etnis yang ada di Kabupaten Karo,” ungkapnya.
Membantah Petani Bunga Tidak Bahagia Selama Festival Berlangsung
Munarta membantah bila petani bunga dan buah di Taneh Karo tidak bahagia selama festival berlangsung.
Ia sendiri mengklaim turun langsung ke lokasi pusat penjualan bunga di Desa Raya, Berastagi.
“Kemarin (8/7) saya turun ke desa raya penghasil bunga, tahun ini kata Mereka terbantu dipakai untuk bunga dan buah. Kita sudah melihat lebih bermanfaat,” katanya.
“Supply dan demand terbatas. Mobil hias saat festival masih 25 buah. Kita harap di tahun depan bertambah jadi 50,” tambahnya.
Munarta juga menjelaskan bila dibutuhkan dana sekitar 1,2 miliar untuk menyelenggarakan acara Festival Bunga dan Buah.
Baca Juga: Festival Bunga dan Buah Taneh Karo 2024 Dimulai Dengan Tarian Batak, Warga Karo Berang!
Pemda Karo sendiri, menurut penuturan Munarta, telah menggelontorkan dana sebesar Rp600 juta untuk penyelenggaraan acara ini.
Selebihnya menjadi tanggung jawab event organizer untuk mencarikan sponsorship agar acara dapat berlangsung.
“Manfaatnya bagi Pemda terhadap event ini pertama hunian hotel, parkir (retribusi) dan restoran penuh kan menjadi keuntungan,” kata Munarta.
Selain dari PAD (pendapatan asli daerah), Munarta mengklaim bila selama festival perputaran ekonomi di masyarakat juga tinggi.
“Menurut asumsi kita uang yang berputar disana 8 miliar selama festival,” tandasnya.

Menjadi Bahan Evaluasi Wakil Bupati Taneh Karo
Sementara itu, Wakil Bupati Karo Theopilus Ginting saat dihubungi Redaksi The Editor mengatakan Festival Bunga dan Buah sudah seharusnya di evaluasi bila mendapat banyak respon negatif dari masyarakat.
Ia berharap Bupati Taneh karo selera memanggil pihak terkait untuk menjelaskan apa yang sempat terjedi di mayarakat sehingga membuat dunia media sosial dempar.
“Kalau saya akan saya panggil untuk bahan evaluasi ke depan,” kata Theopilus saat dihubungi melalui WhatsAap beberapa waktu lalu.
Terkait penyelenggaraan acara dilakukan di banyak tempat alias tida di satu titik saja juga menarik perhatian Theopilus.
Namun, pria yang akrab disapa Theo ini kembali menyerahkan segala keputusan kepada Bupati Taneh Karo.
“Tapi masukan-masukan tentu sebagai referensi bagi aku pribadi. Kalau terkait menindak lanjuti, ibu bupati lebih berwewenang,” tandasnya.
Sebelumnya, Perayaan Pesta Bunga dan Buah yang seharusnya menjadi ajang bagi masyarakat Suku Karo untuk berbahagia justru berubah jadi kegiatan yang mengundang tanya. Pasalnya, tarian pembuka festival yang berlangsung setiap tahun ini tidak menggambarkan kebudayaan Karo sedikitpun, melainkan kebudayaan suku lain.
Aneh, Kereta Karnaval Peserta Dihiasi Wortel
Panitia yang abai juga terlihat dari kendaraan hias yang diizinkan untuk ikut dalam festival.
Demikian kata Justin saat menanggapi kereta hias karnaval dari Desa Barus Jahe yang menggunakan wortel yang bukan termasuk dalam bagian buah dan bunga.
Sekedar informasi, pemerintah Kabupaten Karo melalui Camat Berastagi juga sempat melakukan kesalahan dengan menggunakan hiasan wortel dalam brosur yang disebarkan secara online.
Brosur ini sempat mengundang tawa dan sindiran dari netijen Karo.
“Hal aneh lainnya adalah ketika kendaraan karnaval Kecamatan Barus Jahe di Pesta Bunga dan Buah dihiasi wortel,” ungkapnya.
“Wortel berasal dari serapan Bahasa Belanda yang arti harafiahnya akar. Adapun wortel untuk konsumsi manusia biasanya digolongkan umbi-umbian atau sayuran, bukan bunga dan bukan buah,” katanya lagi.
“Senasib dengan flyer festival Bunga & buah (Kecamatan Berastagi) ini disertakan gambar bunga kol hanya karena namanya bunga kol atau kembang kol. Padahal komoditi ini sama sekali bukan bunga dan bukan buah, melainkan golongan sayuran,” ungkapnya.