21.3 C
Indonesia

Begini Serunya Mengajar di Polandia: Tidak Perlu Buat RPP, PR, Ataupun Ujian!

Must read

POLANDIA – Pekerjaan rumah alias PR yang menumpuk dan deretan ujian yang tak kunjung kelar agaknya tidak hanya menjadi beban untuk para murid di sekolah, melainkan juga guru-guru yang mengampu mata pelajaran tersebut.

Tidak lupa berbagai dokumen administratif yang menunggu, yang kekuatannya mampu membuat para guru pusing tujuh keliling.

Kondisi semacam ini bukannya hal asing di Indonesia. Beda dengan Polandia, negara dengan budaya pendidikan yang tidak mengenal hal-hal seperti itu.

Baca Juga:

Apa itu PR? Apa itu ujian? Dan, apa itu RPP?

Setidaknya hal itu lah yang dirasakan Fitria Anis Kurly, seorang warga negara Indonesia yang telah bekerja sebagai guru di Polandia sejak tahun lalu.

Melalui salah satu unggahan reels di akun Instagramnya, @fakurly, ia mengungkap beberapa fakta menarik tentang dunia pendidikan di Polandia.

Pertama, guru tidak membuat RPP, silabus, atau semacamnya.

Kedua, guru tidak perlu memberikan ujian, baik ujian lisan maupun tertulis.

Ketiga, guru tidak perlu memberikan PR untuk murid-muridnya.

Keempat, guru perlu tidak memberikan hukuman dalam bentuk apa pun selain diskusi.

Kelima, guru tidak perlu menulis nilai atau penilaian di rapor, hanya feedback untuk orang tua.

Loh? Enak banget dong?! Jadi, guru di Polandia ngapain aja?

Fitria ketika mengajar murid-muridnya di Polandia. (Foto: Dokumentasi pribadi/THE EDITOR)

Masih dalam unggahan yang sama, Fitria mengatakan bahwa guru-guru di Polandia hanya diminta untuk fokus mengenal pribadi setiap murid dan membantu mereka mendapatkan proses belajar yang maksimal.

Guru juga diminta fokus untuk menunjukkan bahwa proses belajar bisa penuh dengan kehangatan dan keajaiban.

Terakhir, guru diminta fokus untuk menunjukkan bahwa murid-muridnya mendapat perhatian dan kasih sayang yang cukup di sekolah.

“Sejak awal, direktur dan guru-guru lain juga menjelaskan saya tidak perlu membuat RPP atau dokumen administratif lainnya,” terang Fitria kepada tim The Editor beberapa waktu lalu.

Sebagai guru ESL (bahasa Inggris sebagai bahasa kedua), ia ditugaskan untuk fokus pada kemampuan murid dalam berbicara dengan bahasa Inggris dan penyelesaian berbagai proyek.

Selama pembelajaran berlangsung, ia juga tidak menggunakan buku. Pembelajaran pun hanya dilakukan di dalam kelas.

Mengenai ketiadaan PR dan ujian, hal itu dikecualikan untuk para murid kelas 8, kelas paling senior di sistem sekolah tempatnya bekerja.

“Setiap sekolah punya sistem yang berbeda. Sekolah negeri diharuskan untuk mengikuti kurikulum dan aturan-aturan dari pemerintah, sementara di sekolah swasta tempat saya mengajar mempunyai kurikulum sendiri,” jelasnya kemudian.

Fitria lalu menekankan bahwa ia tidak bisa mengatakan kalau semua sekolah di Polandia menjalankan sistem yang sama.

Terlebih karena ia tidak punya pengalaman mengajar di sekolah negeri selama ini. Ia sendiri kini bekerja di 3 sekolah berbeda.

Perjalanan Fitria mengajar di Polandia dimulai pada tahun 2019 lalu, setelah ia lulus dari Bristol University, Inggris.

Saat itu, dokter tidak mengizinkannya pulang ke Indonesia karena kondisi kehamilannya. Jadilah ia berpindah dari Inggris ke Polandia menyusul sang suami.

Setelah buah hatinya lahir pada tahun 2020, pandemi Covid-19 merebak di seluruh dunia. Polandia menerapkan lockdown sejak awal pandemi hingga waktu yang tidak ditentukan.

“Di tengah ketidakpastian itu, bulan Agustus tahun 2021 saya mencoba untuk mencari dan mendaftar pekerjaan sebagai guru bahasa Inggris,” ungkap Fitria.

“September 2021 saya diterima dan mengajar di 3 sekolah di Polandia,” imbuhnya.

Lulusan jurusan TESOL itu mengaku senang mengajar di Polandia karena dapat menerapkan ilmu yang didapatnya selama menjalani S2.

Ia juga mengaku belajar banyak hal yang berkaitan dengan pendidikan, budaya, dan manajemen sekolah serta anak-anak di Polandia.

“Saya juga secara tidak langsung belajar bahasa Polandia dari rekan guru dan anak-anak murid,” tambah Fitria.

Sementara itu, mengenai dukanya, yang pertama ia sebutkan adalah perbedaan budaya pendidikan, sekolah, dan mengajar di Polandia yang berbeda dengan yang ada di Indonesia.

Perbedaan-perbedaan itu membuatnya harus beradaptasi untuk sementara waktu.

Selain itu, cuaca juga menjadi permasalahan yang cukup mengganggu, terlebih ketika musim salju.

Mengingat jumlah sekolah yang menjadi tempat bekerjanya, serta jam kerja yang full-time dari pukul 08.30–16.30 setiap Senin–Jumat, musim yang satu itu bisa sangat merepotkan.

“Hal ini cukup sangat menantang saat musim salju tiba. Karena guru-guru dan anak-anak mudah sakit di musim ini,” jelasnya.

Dari cerita Fitria ini, adakah sesuatu yang menurut Anda menarik? Sila berikan komentar di bawah, ya!

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru