AUSTRALIA – Gelombang panas yang cukup parah di sepanjang pantai barat laut Australia mendorong pihak berwenang setempat untuk memperingatkan orang-orang untuk tetap berada di dalam rumah pada hari Jumat (7/1).
Gelombang panas ini mengakibatkan kenaikan suhu yang mencapai 50,7 derajat Celcius (123 derajat Fahrenheit). Suhu ini adalah suhu tertinggi setelah yang terjadi pada 62 tahun yang lalu.
Ilmuwan dan aktivis iklim terus memperingatkan bahwa pemanasan global akibat emisi gas rumah kaca hampir tidak terkendali.
Aktivitas manusia menjadi penyumbang terbesar dalam hal ini, sebut saja penggunaan bahan bakar fosil secara terus menerus.
Data dari Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika Serikat menunjukkan bahwa tahun-tahun terpanas di planet ini yang tercatat semuanya terjadi dalam dekade terakhir, dengan 2021 menjadi yang terpanas keenam.
Sebuah wilayah pertambangan bijih besi di barat laut, Pilbara Australia, dikenal dengan kondisinya panas dan kering.
Sepanjang tahun ini, wilayah ini memiliki suhu yang berkisar di atas tiga puluhan, dan mencatat rekor suhu tertinggi pada hari Kamis (6/1).
Perlu diketahui, Australia adalah salah satu penghasil emisi karbon per kapita terbesar di dunia.
Akan tetapi, pemerintah setempat menolak untuk mengurangi ketergantungannya pada batu bara dan industri bahan bakar fosil lainnya. Mereka mengatakan bahwa hal itu akan merugikan pekerjaan.
Para ilmuwan telah menemukan bahwa kenaikan suhu dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat dan produktivitas tenaga kerja di luar ruangan. Hal ini tentunya akan mengakibatkan kerugian ekonomi hingga miliaran dolar.
Seperti yang dijelaskan dalam sebuah studi global yang diterbitkan minggu ini oleh para peneliti di Duke University.
Studi tersebut menunjukkan bahwa Australia kehilangan rata-rata 10,3 miliar dolar Australia ( atau sekitar 7,48 miliar dolar Amerika) dan 218 jam produktif setiap tahun dalam dua dekade terakhir karena panas.
Mereka juga memperingatkan, kerugian ini hanya akan semakin parah dalam beberapa dekade mendatang ketika pemanasan global mencapai 1,5 derajat di atas masa pra-industri.
“Hasil ini menyiratkan bahwa kita tidak perlu menunggu 1,5°C pemanasan global untuk mengalami dampak perubahan iklim pada tenaga kerja dan ekonomi … Pemanasan [di] masa depan memperbesar dampak ini,” kata penulis utama Luke Parsons.
Sumber: Reuters