KARO – Dalam bahasa Karo, pamena berarti “pertama, yang awal”. Maka dari itu, agama atau kepercayaan Pamena di daerah ini berarti agama pertama atau agama yang paling awal dianut oleh masyarakat setempat.
Agama Pamena sering dikaitkan dengan kepercayaan Sanata Dharma yang ditemukan di India Selatan, yang juga bermakna kepercayaan yang awal.
Hal ini pun sesuai dengan sejarah agama Pamena, yang dipercaya dibawa oleh orang-orang India Selatan ke kawasan Karo ratusan tahun yang lalu.
Dalam hal agama yang diakui di Indonesia, Pamena dimasukkan ke dalam agama Hindu. Alasannya, keduanya memiliki persamaan dalam hal kepercayaan, tradisi, serta ritualnya.
Selain itu, kedua agama ini juga diklaim memiliki aspek historis dan genealogi yang sama, sehingga pemerintah memutuskan demikian.
Meskipun begitu, dari pengakuan seorang penganut agama Pemena dalam laporan jurnalis Tribun pada tahun 2014 lalu, terlihat bahwa sebagian penganut agama ini cenderung tidak setuju dengan penggabungan tersebut.
Pasalnya, mereka masih mempertahankan identitas sebagai orang yang memeluk agama ini meskipun kesulitan dalam mengurus beberapa hal kerap dijumpai.
“Meski awalnya sempat diterima, namun karena tarik menarik dan adanya upaya politisasi dengan Hindu, akhirnya banyak masyarakat Karo penganut Pemena, menarik diri,” tulis laporan tersebut.
Para penganut agama Pemena dideskripsikan tidak mau memiliki urusan lebih panjang lagi dengan para pemangku kebijakan dan hanya akan fokus pada urusan ibadahnya masing-masing.
Dalam laporan tersebut juga ditulis bahwa pemerintah setempat, sebelum menjabat, sering berjanji akan lebih memperhatikan minoritas seperti penganut agama Pemena ini.
Akan tetapi, janji tersebut umumnya dilupakan ketika mereka memenangkan gelaran demokrasi tersebut.
“Banyak kesenian dan kebudayaan kita yang tidak diketahui banyak orang, termasuk juga teknik pengobatan tradisional Karo yang sudah melegenda. Itu kan aset daerah. Harusnya kita diperhatikan juga,” tegas salah satu narasumber, Abdi Nusa Sembiring.
Salah satu ritual agama Pemena yang terkenal adalah perumah begu. Ritual ini konon kerap disaksikan pada masa penjajahan Belanda dahulu.
Lewat ritual perumah begu, seseorang dapat berkomunikasi atau berdialog dengan makhluk halus yang dalam bahasa setempat disebut seluk.
Selain itu, ada juga ritual erpangir kulau yang dipercaya dapat mengusir, menolak, atau menyucikan diri dari roh jahat.
Hingga kini, pelaksanaan erpangir kulau masih sering dijumpai di sejumlah area wisata yang berupa pemandian. Salah satunya adalah Lau Sidebuk-Debuk di Desa Doulu, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo.
Dilansir dari laman resmi Kabupaten Karo, ritual ini dapat dijadikan salah satu agenda dalam upacara perkawinan, pembuatan nama anak, dan menolak penyakit yang semuanya ditujukan untuk menolak roh-roh jahat.