20.3 C
Indonesia

Laut Terpapar Polusi Suara, Lumba-Lumba Harus Berteriak Untuk Berkomunikasi dengan Sesamanya

Must read

INGGRIS – Sebuah penelitian mengungkap bahwa lumba-lumba tidak dapat berkomunikasi secara efektif saat terpapar suara-suara yang dihasilkan manusia.

Kondisi itu pun memaksa mamalia itu untuk mengubah suara mereka, persis seperti yang dilakukan manusia saat berteriak.

Tim peneliti internasional dari University of Bristol, Dolphin Research Center, Syracuse University, Woods Hole Oceanographic Institution, Aarhus University, dan University of St. Andrews berkolaborasi dalam penelitian ini, yang dipublikasikan di Current Biology pada Kamis (12/1).

Baca Juga:

“Kami ingin menyelidiki bagaimana kebisingan memengaruhi kerja sama hewan,” kata Pernille Sørensen, penulis pertama makalah dan kandidat PhD di University of Bristol, dalam sebuah wawancara dengan CNN.

“Jadi [penelitian ini] pada dasarnya melihat keseluruhan jaringan komunikasi, dari pengirim ke penerima dan apakah ada dampak pada transmisi itu,” sambungnya.

Beberapa penelitian sebelumnya telah mendokumentasikan dampak dari polusi suara terhadap mamalia air lainnya, seperti paus.

Kebisingan konstan dari mesin kapal dan sonar militer membuat mamalia laut itu sulit untuk berkomunikasi satu sama lain.

Hal itu kemudian dikaitkan dengan meningkatnya insiden tabrakan antara paus dan kapal.

Adapun dalam penelitian ini, para peneliti memilih untuk mempelajari lumba-lumba.

Hewan itu dipilih karena sifatnya yang sangat sosial dan cerdas. Mereka menggunakan siulan untuk berkomunikasi dan bunyi klik untuk ekolokasi dan berburu.

Menurut Sørensen, komunikasi suara sangat penting untuk hewan bawah air karena di bawah permukaan air, “suara bergerak sangat jauh dan sangat cepat”.

Selain itu, lumba-lumba memiliki “repertoar vokal yang luas” yang mereka gunakan “pada dasarnya untuk semua aspek kehidupan mereka, termasuk untuk mengoordinasikan perilaku kooperatif.”

Untuk memahami bagaimana polusi suara memengaruhi kemampuan lumba-lumba untuk bekerja sama, para ilmuwan bekerja dengan dua lumba-lumba bernama Delta dan Reese yang tinggal di Dolphin Research Center di Florida.

Kedua lumba-lumba itu memiliki satu misi, yaitu mereka harus menekan tombol bawah air pada saat yang bersamaan.

Mereka diminta untuk melakukan tugas baik di bawah kondisi kebisingan sekitar dan di bawah empat “perlakuan kebisingan” yang dimaksudkan untuk mensimulasikan polusi suara bawah air buatan manusia.

Sebanyak 200 percobaan dilakukan terhadap dua hewan itu, dengan masing-masing lumba-lumba memakai tag akustik yang merekam produksi suaranya.

Temuan itu ada dua, kata Sørensen. Pertama, mereka menemukan bahwa lumba-lumba menggunakan “mekanisme kompensasi” untuk memperbaiki komunikasi vokal mereka yang terhambat.

Saat kebisingan di bawah air meningkat, lumba-lumba membuat suara lebih keras dan lebih lama, dan mengubah bahasa tubuh mereka untuk saling berhadapan.

Tetapi temuan yang lebih penting, menurut Sørensen, adalah bahwa meskipun mereka berusaha untuk mengkompensasi polusi suara, lumba-lumba masih kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas tersebut.

Tingkat keberhasilan mereka turun dari 85% menjadi 62,5% dari tingkat kebisingan terendah hingga tertinggi.

“Kami menunjukkan, sepengetahuan kami untuk pertama kalinya, bahwa hewan yang bekerja sama terkena dampak dan mekanisme kompensasi tidak cukup untuk mengatasi dampak kebisingan,” jelasnya.

Ini mungkin berdampak nyata pada lumba-lumba di alam liar, yang mengandalkan kerja sama untuk mencari makan dan bereproduksi.

“Mereka membutuhkan suara untuk terhubung,” katanya.

Sørensen menambahkan bahwa para peneliti “sangat ingin memperkenalkan atau menyertakan lebih banyak lumba-lumba dalam percobaan kami” dan bahwa percobaan di masa mendatang dapat memperluas ukuran sampel ke kelompok lumba-lumba yang lebih besar.

Selain itu, diperlukan lebih banyak penelitian tentang jenis peluit dan suara khusus yang digunakan lumba-lumba untuk tugas kooperatif.

“Penelitian ini pasti berkontribusi sebagai bagian dari teka-teki pengetahuan kita tentang bagaimana polusi suara berdampak pada hewan,” kata Sørensen.

Ia berharap penelitian ini membantu mendukung “solusi untuk bagaimana kita dapat mengelola kebisingan di lautan kita dengan lebih baik”.

 

Sumber: CNN

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru