BURKINA FASO – Seorang perwakilan blok regional Afrika Barat mengatakan akan tetap menjalin kerja sama dengan Burkina Faso meskipun ada kekhawatiran tentang militer yang akan mewujudkan rencana untuk memegang kekuasaan di negara tersebut selama tiga tahun setelah kudeta Januari lalu.
Komentar itu muncul pada hari Kamis (17/3) dari Menteri Luar Negeri Ghana Shirley Ayorkor Botchway yang memimpin delegasi Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat (ECOWAS) ke ibu kota Burkina, Ouagadougou.
“Isu dan permasalahan yang mengganggu Burkina Faso adalah masalah kita juga. Saat ini Burkina Faso tidak membutuhkannya sehingga ECOWAS akan meninggalkannya,” katanya setelah bertemu dengan pemimpin kudeta dan Presiden sementara Paul-Henri Damiba.
Ayorkor Botchway mengatakan bahwa pihak tersebut tetap peduli dengan periode transisi ke demokrasi sebelumnya selama tiga tahun ke depan, namun kepemimpinan militer telah menjelaskan alasan mereka.
ECOWAS sebelumnya telah menangguhkan keanggotaan Burkina Faso akibat kudeta yang dilakukan militer guna menggulingkan Presiden Roch Kabore.
Akan tetapi, komunitas ini belum menjatuhkan sanksi seperti yang dilakukan terhadap negara tetangga Mali dan Guinea yang juga berhadapan dengan kudeta dalam 18 bulan terakhir.
Alasan di balik pendekatan yang berbeda ini tidak sepenuhnya jelas.
Ada kemungkinan bahwa hal ini didasarkan pada keyakinan atas aksi yang dilakukan militer Burkina Faso adalah ujung dari perjuangannya menumpas pemberontakan terus menerus di negaranya sejak 2015 lalu.
Pemberontakan tanpa henti itu diklaim telah menewaskan ribuan orang dan memaksa lebih dari satu juta orang meninggalkan rumah mereka sejak saat itu.
ECOWAS juga telah menuntut pembebasan mantan Presiden Kabore, yang telah ditahan selama hampir dua bulan sejak kudeta.
Ayorkor Botchway kemudian mengatakan bahwa Damiba memberi izin kepada para delegasi untuk mengunjunginya dan bahwa ia dalam keadaan baik.
Burkina Faso, bersama tetangganya Mali dan Niger, telah berjuang untuk melawan serangan yang datang dari kelompok-kelompok yang terkait dengan al-Qaeda dan kelompok bersenjata ISIL (ISIS) dalam beberapa tahun terakhir.
Kekerasan yang memburuk inilah yang mengikis kepercayaan orang-orang pada pemerintah demokratis yang diyakini banyak orang tidak siap untuk menghadapi situasi tersebut.
Sumber: Al Jazeera