THE EDITOR – Indonesia saat ini tengah memasuki era baru kepemimpinan yang tidak pernah dipikirkan sebelumnya oleh siapapun. Pemerintahan yang baru dan kabinet yang baru telah mengisi Istana Negara, tempat dimana Presiden Republik Indonesia bekerja dan beraktivitas sehari-hari.
Sentimen negatif pada Prabowo Subianto sejak dinyatakan menang sebagai presiden saat pemilihan umum presiden berlangsung menjadi salah satu cerita yang paling menarik untuk dibahas karena seluruh dunia saat ini menanti gebrakan baru dari presiden terpilih ini.
Mengapa? Karena sosok Joko Widodo yang telah mewarnai sistem kepemimpinan Indonesia selama 10 tahun terakhir ini bisa dikatakan mendapat banyak tempat di hari masyarakat. Tapi bukan berarti tidak ada yang protes.
Apa yang akan terjadi di Indonesia ketika Presiden Indonesia Joko Widodo meninggalkan jabatannya pada hari Minggu (20/10/2024) untuk memberi jalan kepada penggantinya, Prabowo Subianto?
Salah satu yang perlu disoroti adalah sentimen negatif terhadap Prabowo Subianto yang terkenal sangat anti pada media ternyata tidak terbukti.
Di dalam Kabinet Merah Putih yang dibentuk oleh Prabowo tercatat 7 orang dengan latar belakang pers dipilih untuk menduduki posisi menteri, seperti Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi, Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Isyana Bagoes Oka, Wakil Menteri Pariwisata Ni Luh Enik Ermawati, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nazar Patria dan Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono.
Mengapa Prabowo Sangat Anti Media?
Sebelumnya, Calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto, memperingatkan media yang hadir di acara peringatan Hari Buruh Internasional agar berhati-hati.
Saat itu, Prabowo sedang memberikan sambutan di acara peringatan Hari Buruh 2019 di Tennis Indoor Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (1/5/2019) sebagaimana disadur dari Kompas.Com.
“Para media, hati-hati, kami mencatat kelakuan-kelakuanmu satu-satu,” kata Prabowo yang langsung disambut riuh pada buruh.
“Kami bukan kambing yang bisa kau atur-atur. Hati-hati kau yah. Hati-hati kau, suara rakyat adalah suara Tuhan,” sambung dia.
Prabowo membicarakan bahwa kebohongan, kecurangan, kekayaan Indonesia diambil, penindasan terhadap rakyat, perlu disudahi.
Lalu, Prabowo menyambungnya dengan menyebutkan bahwa media sebagai pihak yang ikut merusak demokrasi.
“Itu media-media juga, gue salut sama lu masih berani ke sini. Akan tercatat dalam sejarah, hai media-media kau ikut merusak demokrasi di Indonesia,” ujarnya.
Apa Bedanya Dengan Era Joko Widodo
Presiden Joko Widodo sendiri diketahui cukup akrab dengan kalangan Pers di Indonesia. Bahkan, Jokowi diketahui menjadi “media darling” saat menjabat.
Namun, menteri dengan latar belakang pers hanya diduduki oleh satu orang saja yaitu Budi Arie Setiadi yang sempat duduk di posisi Menteri Komunikasi dan Informatika.
Meski demikian, di era Presiden Joko Widodo diketahui banyak insan pers yang mendapat posisi sebagai komisaris utama di perusahaan BUMN.
Jadi, pilihan yang dibuat oleh dua presiden dengan latar belakang yang berbeda ini cukup mengejutkan dan dinanti hasil kepemimpinannya oleh seluruh rakyat Indonesia.