MYANMAR – Setiap hari dalam tiga bulan terakhir, sekitar 6 sampai 7 keluarga di Myanmar membuat pengumuman di kantor berita milik negara bahwa mereka telah memutus hubungan dengan anak-anak, keponakan, atau cucu-cucu mereka yang kedapatan menentang pemerintahan militer (junta) yang sedang berjalan.
Pengumuman tersebut mulai bermunculan pada bulan November lalu setelah junta menyatakan bahwa mereka juga akan mengambil alih properti dari lawan mereka serta menahan orang-orang yang melindungi para pemberontak.
Lin Lin Bo Bo adalah salah satu orang yang diputus hubungan oleh kedua orang tuanya.
Kepada Reuters, mantan penjual mobil tersebut bercerita bahwa ia melarikan diri ke perbatasan Thailand setelah sang ibu mengatakan bahwa ia tidak lagi mengakuinya sebagai anak.
Sebelumnya, sejumlah tentara dikatakannya telah datang ke rumah dan mencari sang anak.
Beberapa hari kemudian, ia mendapati pengumuman tersebut, yang menyebutkan bahwa ia bukan lagi bagian keluarganya, dan menangis.
“Kami umumkan bahwa kami tidak mengakui Lin Lin Bo Bo karena ia tidak pernah menuruti kehendak kedua orang tuanya [untuk tidak menjadi pemberontak],” bunyi pengumuman tersebut.
Kedua orang tuanya, San Win dan TinTin Soe, mempublikasikan pengumuman tersebut di kantor berita milik negara, The Mirror, pada bulan November lalu.
“Rekan-rekan saya mencoba meyakinkan saya bahwa keputusan tersebut tidak dapat terhindarkan saat berada di dalam tekanan,” ucapnya.
Meskipun begitu, Lin Lin Bo Bo mengatakan bahwa ia tetap sakit hati melihat pengumuman tersebut.
Salah seorang petugas advokasi senior di kelompok hak asasi manusia Burma Campaign UK, Wai Hnin Pwint Thon, menjelaskan bahwa taktik tersebut, menargetkan keluarga aktivis oposisi, pernah dilakukan oleh militer Myanmar pada kerusuhan 2007 dan akhir 1980-an.
Akan tetapi, frekuensinya meningkat sejak kudeta 1 Februari 2021 lalu.
“Anggota keluarga takut terlibat dalam kejahatan,” katanya. “Mereka tidak ingin ditangkap, dan mereka tidak ingin mendapat masalah.”
Sementara itu, juru bicara militer Myanmar, Zaw Min Tun, mengatakan bahwa orang-orang yang telah membuat pengumuman tersebut akan tetap ditahan jika kedapatan mendukung oposisi junta.
Dua orang tua lainnya, yang juga melakukan aksi serupa, mengatakan kepada Reuters bahwa pengumuman tersebut sejatinya juga dimaksudkan untuk “mengirim pesan” kepada militer bahwa mereka seharusnya tidak dilibatkan dalam aksi anak-anak mereka.
“Anak perempuan saya melakukan apa yang ia percaya, tapi saya yakin ia akan khawatir jika kami mendapat masalah,” ucap seorang ibu yang menolak memberitahukan namanya.
“Saya tahu ia dapat mengerti apa yang telah saya perbuat kepadanya,” lanjutnya.
Wai Hnin Pwint Thon mengatakan bahwa penyatuan kembali keluarga-keluarga yang terpisah dengan cara ini sangat mungkin.
“Kecuali mereka melakukannya dengan benar, dengan pengacara dan surat wasiat, maka hal-hal ini tidak benar-benar dihitung secara hukum,” katanya tentang pengumuman tersebut. “Setelah beberapa tahun, mereka bisa kembali menjadi keluarga.”
Sumber: Reuters