23.9 C
Indonesia

Suku Asmat Dan Pakaian Mereka Yang Bermakna

Must read

PAPUA – Jauh di timur Indonesia, sebuah kekayaan budaya masih dijaga dengan baik oleh para pendukungnya. Ditampilkan dengan bangga dari ujung kaki hingga kepala, menjadikannya tetap kukuh walau terus tergerus zaman.

Suku Asmat yang mendiami tanah Papua diklaim sebagai suku terbesar di sana. Suku ini terkenal dengan kemampuan ukirnya yang luar biasa sehingga semua hasilnya memiliki nilai seni yang unik dan indah.

Selain dikenal lewat seni ukir, orang-orang Asmat juga terkenal karena pakaian adatnya yang sangat khas. Seluruh bahan yang digunakan dalam membuat pakaian adat diambil dari alam–yang kemudian merepresentasikan kedekatan mereka dengan alam raya.

Baca Juga:

Setiap item pakaian tersebut memiliki makna yang cukup dalam. Mulai dari penutup kepala, pakaian yang melekat di tubuh, aksesoris seperti kalung, bahkan tas yang menjadi wadah pun juga memiliki makna.

Secara umum, pakaian adat laki-laki dan perempuan Asmat tidak terlalu berbeda. Meskipun begitu, keduanya tetap terlihat melambangkan dua hal, yaitu kejantanan untuk laki-laki dan kecantikan untuk perempuannya.

Para laki-laki Asmat ketika berpakaian adat lengkap setidaknya menggunakan hiasan kepala, rompi, koteka, dan kalung yang terbuat dari gigi anjing, tulang hewan, bulu burung cenderawasih, dan kerang.

Untuk koteka, terdapat tiga cara pemakaian yang memiliki makna berbeda-beda. Koteka yang dikenakan secara tegak lurus menandakan bahwa pemakainya masih perjaka dan merupakan pria sejati.

Koteka yang miring ke kanan menunjukkan tingkat sosial yang tinggi (bangsawan), dan koteka yang miring ke kiri menunjukkan bahwa pria tersebut berasal dari golongan menengah serta keturunan panglima perang.

Mereka juga kerap menggunakan hiasan hidung yang terbuat dari taring babi atau batang pohon sagu. Selain sebagai simbol kejantanan. hiasan ini dapat berfungsi sebagai alat untuk menakut-nakuti musuh.

Sementara itu, para perempuan suku Asmat pada umumnya menggunakan tutup kepala yang berhiaskan bulu burung cenderawasih, baju dan rok rumbai, serta aksesoris kalung.

Bahan utama pembuatan pakaian rumbai adalah daun sagu kering yang berasal dari hutan. Daun tersebut harus dipotong-potong terlebih dahulu, kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari hingga warnanya berubah menjadi putih.

Seiring perkembangan zaman, rok rumbai tidak hanya digunakan oleh pihak perempuan Asmat. Pasalnya, pihak laki-laki suku ini juga kerap mengenakannya dalam mengikuti acara adat tertentu.

Dalam berbagai acara adat juga, seseorang yang mengenakan esse atau tas dianggap sebagai orang yang mampu menjamin kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

Maka dari itu, esse memiliki nilai yang cukup penting selain sekadar menjadi wadah selama beraktivitas.

Orang-orang Asmat yang hendak menghadiri upacara adat kadang melengkapi penampilan mereka dengan berbagai gambar di tubuh.

Gambar-gambar yang hadir dengan warna merah dan putih itu dipercaya sebagai gambar perjuangan untuk terus mengarungi kehidupan.

Warna merah berasal dari campuran tanah liat dan air, sedangkan warna putih berasal dari tumbukan kerang.

Suku Asmat yang mendiami pedalaman Papua dinilai sebagai suku yang masih mempertahankan pakaian khas ini hingga sekarang. Sisanya berpakaian sesuai zaman dan hanya mengenakan pakaian adat dalam acara-acara tertentu.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru