THE EDITOR – Ketua Indonesia Real World Asset Tokenization (IRWATA) Sabdo Yusmintiarto mengatakan bila pertumbuhan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) itu ilusi dan sangat rentan dihancurkan oleh keputusan investor asing atau oknum investor yang ingin melakukan intervensi terhadap kebijakan negara.
Sehingga Indonesia seharusnya tidak perlu tertekan meski IHSG goyah akibat arus keluar dana asing lemah bila memahami cara mengatasi persoalan ini dengan sistem teknologi blockchain.
“Bukankah kita pernah mengalami hal serupa pada tahun 1998? Alasan mendasar Indonesia tidak terlalu berdampak pada krisis global 2008 dan 2018 adalah karena tingginya sektor riil dan tumpuan ekonomi di pelaku mikro,” ungkap Sabdo saat berbincang dengan The Editor beberapa waktu lalu.
APA ALTERNATIF YANG DITAWARKAN?
Sabdo mengatakan bila pasar kripto menjadi salah satu alternatif yang sangat kuat untuk dipakai di Indonesia karena didominasi oleh ritel lokal yang terhubung dengan likuiditas global melalui arbitrase harga.
“Contohnya Harga Bitcoin di Indodax mengikuti tren Binance,” katanya.
Sementara itu, negara lain seperti Singapura dan UE (Uni Eropa) mengintegrasikan regulasi kripto dengan standar global (MiCA-Markets in Crypto-Assets Regulation) tanpa mengorbankan kedaulatan rakyatnya.

Jadi, peluang mengembangkan ekonomi digital berbasis Pancasila masih sangat besar. Salah satunya adalah dengan mengembangkan blockchain yang dapat dipakai sebagai alat inklusi keuangan, seperti pengembangan smart contract untuk UMKM atau transparansi bantuan sosial.
“India sudah berhasil menggunakan blockchain untuk subsidi pupuk, Estonia memakai cara ini untuk mengembangkan e-governance. Jadi, pemerintah kita semestinya mulai berani mengambil kebijakan ekstrim untuk menciptakan pasar modal yang sehat dan di dominasi oleh dana lokal,” ungkapnya.
Kata Sabdo saat ini transaksi blockchain di Indonesia tercatat di tahun 2024 kemarin sebesar 294 triliun dan pernah mencapai 859,4 triliun pada tahun 2021.
Walaupun harus diakui 97% lebih merupakan perdagangan koin asing karena masih minimnya developer di Indonesia dan market Indonesia yang cenderung bermain pada meme koin yang bersifat spekulatif.
Oleh karena itu, lanjutnya, penciptaan koin berbasis asset riil atau yang dikenal sebagai Real World Asset (RWA) menjadi sebuah peluang besar untuk dapat diwujudkan oleh developer token di Indonesia.
“Pada era baru ini, dimana belum ada satu negara pun yang menjadi pemimpin pasar. peluang Indonesia menjadi market leader, sangat terbuka lebar,” ungkapnya.
“Dalam kondisi ekstrem untuk melepaskan ketergantungan IHSG terhadap intervensi investor asing, bukan tidak mungkin jika Indonesia menerapkan system swap saham dan kripto untuk ikut menyehatkan pasar modal di Indonesia,” katanya.
Ia mengatakan bila bukan kali ini saja IHSG menjadi sangat politis karena beberapa di Pemilu tahun 2023 lalu IHSG selalu dijadikan indeks kepercayaan publik untuk menjadi dasar pilihan presiden, kebijakan ekonomi, atau mungkin menjadi dasar pengaruh seseorang tertentu.
BLOCKCHAIN SEBAGAI PILAR INDUSTRI FINANSIAL BERDAULAT
Kata Sabdo, ekonomi Pancasila mengedepankan prinsip keadilan sosial, gotong royong dan kedaulatan nasional. Untuk mewujudkannya, industri finansial Indonesia perlu memadukan nilai-nilai ini dengan inovasi teknologi seperti blockchain.
Menurutnya blockchain dapat memastikan transparansi anggaran pemerintah atau distribusi subsidi BLT (Bantuan Langsung Tunai) untuk mencegah korupsi. Misalnya, dengan melacak rantai pasok hasil pertanian dari petani ke konsumen dalam program Tani Chain yang dikembangkan oleh pemerintah India.
Ia yakin bila blockchain memungkinkan akses keuangan melalui dompet digital berbasis komunitas, seperti koperasi yang menerbitkan token lokal. Hal ini sangat penting karena 66% penduduk Indonesia masih unbanked.
“Kenya sukses dengan sistem mobile money M-Pesa, sementara Indonesia bisa mengembangkan versi blockchain-nya bukan?” Kata Sabdo.
BLOCKCHAIN DIKELOLA BUMN DAN INDONESIA DAPAT BEBAS DARI PLATFORM ASING
Kata Sabdo, blockchain nasional yang dikelola BUMN seperti Peruri atau Telkom seharusnya dapat mengurangi ketergantungan pada platform asing.
“Kita mungkin bisa meniru China yang mengembangkan Blockchain-based Service Network (BSN) untuk infrastruktur digital nasional,” katanya.
“Indonesia bisa menjadi hub blockchain Asia Tenggara dengan menjalin kemitraan setara, seperti proyek CBDC (mata uang digital bank sentral) dengan negara ASEAN,” ungkapnya lagi.
“Mungkin inilah waktunya untuk beralih dari ilusi menuju kedaulatan. IHSG mungkin masih menjadi salah satu patokan ekonomi makro indonesia tetapi ketergantungannya pada modal asing hanya menciptakan ilusi pertumbuhan,”.

Kata Sabdo, ekonomi Pancasila yang berdaulat harus berpijak pada dua pilar, yaitu memperkuat pasar modal lokal dengan mengurangi dominasi asing melalui kebijakan capital control selektif dan insentif bagi investor domestik dan memanfaatkan teknologi blockchain untuk membangun infrastruktur finansial inklusif, transparan, dan berbasis nilai-nilai kebangsaan.
Menurutnya penurunan pasar modal bukanlah bentuk dari kehancuran ekonomi. Dari segi penyumbang devisa negara, saat ini pasar modal berada di peringkat 8, masih di bawah komoditas sawit, batubara, bahkan pekerja migran Indonesia. Dan pemerintah telah menerapkan kebijakan baru untuk meningkatkan devisa negara dari sektor tersebut.
Sabdo yakin dengan cara ini, Indonesia tidak hanya akan menjadi penonton dalam permainan modal global, tetapi menjadi arsitek ekonomi masa depan yang berdaulat, adil dan berkelanjutan.