21.7 C
Indonesia

Program Kementan: Desa Pertanian Organik, Bantu Petani Tingkatkan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Hasil Tanaman Perkebunan

Must read

BANDUNG – Sebagai salah satu program Kementerian Pertanian (Kementan), pertanian organik diakui mempunyai manfaat yang signifikan, karena dipercaya mampu memperbaiki mutu serta menghindarkan dampak kesehatan dan ekologis dari residu pestisida kimiawi.

Pertanian organik dapat menghasilkan komoditas maupun hasil olahan produk pertanian termasuk perkebunan yang aman, berkualitas baik dan ramah lingkungan.

Pada akhirnya, program ini akan ikut serta dalam menciptakan masyarakat Indonesia yang lebih sehat.

Baca Juga:

“Kami sangat mengapresiasi Kementerian Pertanian (Kementan) yang telah memberikan bantuan program berupa pengembangan Desa Pertanian Organik di Jawa Barat, salah satunya dilaksanakan di Desa Giri Mekar, Kec. Cilengkrang, Kab. Bandung,” ujar Kepala Balai Perlindungan Perkebunan, Dinas Perkebunan Jawa Barat, Dani Dayawiguna dalam keterangan yang diterima Redaksi The Editor pada Sabtu (15/4).

“Kegiatan ini dilaksanakan sejak tahun 2018 hingga saat ini, berupa bantuan sarana dan prasarana serta bimbingan pertanian organik,” lanjutnya.

“Berkat bantuan ini, [kami] mampu meningkatkan produksi, produktivitas, dan mutu hasil tanaman perkebunan yaitu tanaman kopi sebesar 20 persen. Dan dari kotoran ternak yang dihasilkan, digunakan oleh para petani sehingga mampu mengefisiensi penggunaan pupuk bagi para petani,” paparnya.

Program ini memberikan dampak positif bagi para petani, sebagaimana diucapkan oleh Acep Karna selaku anggota Kelompok Tani Desa Organik Giri Senang, Desa Giri Mekar, Kec. Cilengkrang, Kab. Bandung.

“Kelompok tani kami bersyukur sekali dengan adanya bantuan dari Kementan. Alhamdulillah, untuk produktivitas kopi organiknya sudah meningkat menjadi 20 persen, sertifikasi pun sudah ada diantaranya SNI, EU, IFOAM,” ujarnya.

“Petani di kelompok tani kami yang awalnya tidak tahu cara pengolahan pupuk organik, sekarang sudah mengelola kebun organik secara mandiri. Pengendalian hama pun sudah secara hayati. Semoga ke depannya petani Indonesia semakin sejahtera,” imbuhnya.

Acep menambahkan, kelompok tani organiknya sendiri memiliki anggota sebanyak 31 orang, dengan kebun organik seluas 22,86 ha–konversi seluas 2,78 ha dan jumlah produksi chery kopi organik sebanyak 31,3 ton–konversi 3 ton.

Untuk jenis kopi yang ditanam adalah arabika buhun dan sigararutang.

“Yang mendorong kami terjun mengembangkan komoditas kopi hingga saat ini, awal mulanya keprihatinan akan kerusakan lingkungan pada tahun 2005, [yaitu] kebakaran hutan,” paparnya.

“Sehingga [kami] berinisiatif untuk mengelola hutan dengan komoditas yang ramah lingkungan, yang tidak membuka lahan dengan cara dibakar. Salah satunya yaitu komoditas kopi,” tambahnya.

Acep lantas melanjutkan dengan mengatakan bahwa produksi kopi tidak terkena dampak pandemi covid-19.

Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri, masa-masa awal pandemi mempengaruhi pemasarannya karena beberapa buyer (pembeli) yang biasa melakukan ekspor berhenti sejenak dan banyak kafe yang tutup.

“Dalam mengembangkan kopi ini, kelompok tani tentunya juga dihadapkan pada berbagai tantangan,” ujar Acep.

“Tentunya kami tidak menyerah, kami berupaya agar tetap berjalan dengan baik di tengah pandemi ini dengan cara mengatur stok dan penyimpanan, juga melakukan penjualan online,” lanjutnya.

“Alhamdulilah, kopi ini cukup dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sudah terjual ke daerah Jabodetabek, Medan, Jawa Tengah, dan Jawa Timur dengan jumlahnya sekitar 400 ton (total dalam 1 tahun). Sedangkan untuk ekspor, baru kirim sampel ke Athena (green beans),” paparnya.

“Harapan kami, semoga ke depannya, mudah-mudahan dengan adanya produk kopi organik dapat meningkatkan nilai jual sehingga diharapkan kesejahteraan petani dapat semakin meningkat,” imbuhnya.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru