JAKARTA – Kepala negara Myanmar dipastikan tidak menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-42 ASEAN yang diadakan pekan ini di Indonesia.
Kondisi tersebut berangkat dari kesepakatan para pemimpin negara Asia Tenggara yang memutuskan tidak mengundang Myanmar pada level politik di pertemuan ini.
“Sesuai keputusan para leaders (kepala negara), Myanmar tidak diundang pada level politik,” ucap Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam pernyataan pekan lalu.
Melansir Kompas, pengamat internasional dari Universitas Bina Nusantara Dinna Wisnu mengatakan, absennya Myanmar kali ini disebabkan oleh kosongnya kursi pemimpin di negara tersebut yang diakui ASEAN.
Sebagai informasi, sejak kudeta terjadi di negara tersebut pada tahun 2021 lalu, junta militer lah yang mengambil alih kepemimpinan–yang tidak diakui oleh ASEAN.
Oleh sebab itu, langkah ini, menurut Dinna, bukan karena ASEAN ingin memojokkan Myanmar–yang juga tengah berkonflik di dalamnya.
“Yang tidak diundang adalah kepala negaranya saja yang notabene saat ini tidak punya legitimasi, bahkan di dalam negeri sekalipun. Jadi bukan memojokkan Myanmar, tapi realitanya memang Myanmar tidak punya pemimpin,” jelasnya.
Meskipun begitu, perwakilan Kementerian Luar Negeri Myanmar tetap hadir untuk mewakili negaranya secara non-politis dalam pertemuan para pejabat senior ASEAN.
Adapun KTT ke-42 bukan lah agenda pertama ASEAN yang tidak melibatkan Myanmar.
Melansir CNN Indonesia, sederet pertemuan lainnya yang diadakan oleh ASEAN selama setahun belakangan ini juga tidak mengundang Myanmar.
ASEAN meminta pemimpin negara itu untuk segera menerapkan kelima poin konsensus untuk menghentikan konflik yang terus membara dan merugikan sipil setiap saatnya.
Selain pemimpin Myanmar, pemimpin Thailand yakni Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha juga harus absen dari KTT kali ini.
Kehadirannya digantikan oleh wakilnya karena Thailand tengah melaksanakan pemilihan umum.
Diadakan di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, KTT ke-42 ini dihadiri oleh para pemimpin delapan negara anggota, sekretaris jenderal ASEAN, dan Perdana Menteri Timor Leste Taur Matan Ruak.