NEW YORK – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) baru-baru ini menilai bahwa lapisan ozon Bumi tengah berada dalam proses pulih sepenuhnya.
Proses ini akan berjalan selama beberapa dekade, dengan bahan kimia perusak ozon telah hilang dari seluruh dunia.
Seperti yang diketahui, lapisan ozon melindungi planet ini dari sinar ultraviolet yang berbahaya.
Akan tetapi, sejak akhir 1980-an, para ilmuwan telah membunyikan alarm tentang lubang di perisai ini.
Lubang itu disebabkan oleh zat-zat perusak ozon, termasuk klorofluorokarbon (CFC) yang sering ditemukan di lemari es, aerosol, dan pelarut.
Kerja sama internasional pun terjalin untuk membantu membendung kerusakan ini.
Menurut penilaian oleh panel ahli yang diterbitkan pada Senin (9/1), penggunaan CFC telah menurun 99% sejak Protokol Montreal mulai berlaku pada tahun 1989.
Protokol itu memulai penghapusan bahan kimia tersebut dan bahan kimia perusak ozon lainnya.
Jika kebijakan global tetap berlaku, lapisan ozon diperkirakan akan pulih ke tingkat tahun 1980 pada tahun 2040 di sebagian besar dunia, demikian temuan penilaian tersebut.
Untuk wilayah kutub, jangka waktu pemulihan lebih lama, yaitu 2045 di atas Kutub Utara dan 2066 di atas Antartika.
“Tindakan ozon menjadi preseden untuk aksi iklim,” ujar Sekretaris Jenderal Organisasi Meteorologi Dunia Petteri Taala.
“Keberhasilan kita dalam menghapus bahan kimia pemakan ozon secara bertahap menunjukkan kepada kita apa yang dapat dan harus dilakukan–sebagai hal yang mendesak–untuk beralih dari bahan bakar fosil, mengurangi gas rumah kaca, dan dengan demikian membatasi peningkatan suhu,” sambungnya.
Menurut sebuah studi tahun 2021 di jurnal Nature, gas perusak ozon juga merupakan gas rumah kaca yang kuat, dan jika larangan tidak diberlakukan, dunia dapat mengalami pemanasan tambahan hingga 1 derajat Celcius.
Planet ini sendiri telah menghangat sekitar 1,2 derajat sejak revolusi industri.
Para ilmuwan telah memperingatkan bahwa suhu harus dibatasi hingga 1,5 derajat untuk mencegah konsekuensi terburuk dari krisis iklim.
Pemanasan melebihi 1,5 derajat akan secara dramatis meningkatkan risiko kekeringan ekstrem, kebakaran hutan, banjir, dan kekurangan pangan, lapor para ilmuwan.
Untuk pertama kalinya dalam penilaian ini, yang diterbitkan setiap empat tahun, para ilmuwan juga melihat prospek geoengineering surya.
Prospek itu adalah upaya untuk mengurangi pemanasan global melalui berbagai langkah, seperti menyemprotkan aerosol ke stratosfer untuk memantulkan sinar matahari dari atmosfer bumi.
Mereka menemukan bahwa injeksi aerosol stratosfer dapat membantu mengurangi pemanasan iklim, namun memperingatkan bahwa mungkin ada konsekuensi yang tidak diinginkan.
Menyebarkan teknologi “juga dapat memengaruhi suhu stratosfer, sirkulasi dan produksi ozon serta tingkat penghancuran dan pengangkutan,” demikian temuan laporan tersebut.
Sumber: CNN