22.2 C
Indonesia

Parlemen Uganda Sahkan UU Anti-LGBT, Siapkan Hukuman Mati untuk Pelaku

Must read

UGANDA – Parlemen Uganda telah menambah panjang daftar jenis penolakan negara-negara Afrika terhadap komunitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) dengan mengesahkan undang-undang (UU) anti-LGBT.

Pengesahan itu terjadi pada Selasa (21/3) lalu dengan hanya dua orang dari 389 legislator yang menolak memberikan suaranya untuk UU yang kontroversial itu.

Menurut aturan baru tersebut, seorang pelaku LGBT dapat berhadapan dengan ancaman hukuman mati jika terlibat dalam kasus yang cukup parah.

Baca Juga:

Contohnya adalah kekerasan seksual tanpa persetujuan atau di bawah tekanan terhadap anak-anak, penyandang disabilitas mental atau fisik, oleh pelaku berantai atau melibatkan inses.

Sementara itu, seks gay dan perekrutan, promosi serta pendanaan dari kegiatan sesama jenis dapat membawa pelakunya ke balik jeruji besi seumur hidup.

“Seseorang yang terbukti melakukan pelanggaran homoseksualitas, dapat dijatuhi hukuman mati,” demikian bunyi RUU tersebut, dikutip dari CNN Indonesia.

RUU tersebut akan diserahkan kepada Presiden Uganda Yoweri Museveni, yang dapat memveto atau menandatanganinya menjadi undang-undang.

Adapun aturan ini pertama kali diusulkan pada tahun ini oleh anggota parlemen oposisi Uganda Asuman Basalirwa.

Disebutkan, ia bertujuan untuk melindungi budaya, nilai-nilai hukum, agama, dan keluarga Uganda dari tindakan yang cenderung mempromosikan seks bebas.

“Tujuan dari RUU ini adalah untuk menetapkan UU yang komprehensif untuk melindungi nilai-nilai tradisional, budaya kita yang beragam, kepercayaan kita, dengan melarang segala bentuk hubungan seksual antara orang-orang dari jenis kelamin yang sama, serta pengakuan hubungan seksual antara orang-orang sesama jenis,” jelasnya.

Usulannya pun didukung dengan alasan bahwa dibutuhkan UU untuk menghentikan rangkaian kegiatan LGBT yang lebih luas karena “mengancam nilai-nilai tradisional”.

“Tuhan pencipta kita senang (tentang) apa yang terjadi … Saya mendukung RUU untuk melindungi masa depan anak-anak kita,” kata anggota parlemen David Bahati saat debat RUU tersebut.

“Ini tentang kedaulatan bangsa kita, tidak ada yang boleh memeras kita, tidak ada yang mengintimidasi kita,” sambungnya.

Meskipun begitu, aturan ini bukannya datang dengan tanpa penolakan dari berbagai pihak, termasuk para aktivis, pihak luar negeri, hingga dua anggota parlemen sendiri.

Seorang anggota parlemen yang menolaknya, Fox Odoi-Oywelowo, mengatakan RUU ini bertentangan dengan standar hak asasi manusia internasional dan regional yang telah ditetapkan.

Hal itu, menurutnya, telah membatasi hak-hak dasar manusia secara tidak adil.

“RUU itu tidak dipahami dengan baik, berisi ketentuan yang tidak konstitusional, membalikkan keuntungan yang dicatat dalam perang melawan kekerasan berbasis gender, dan mengkriminalkan individu alih-alih perilaku yang bertentangan dengan semua norma hukum yang dikenal,” kata Odoi-Oywelowo.

“RUU itu tidak memperkenalkan nilai tambah apa pun pada buku undang-undang dan kerangka kerja legislatif yang tersedia,” imbuhnya.

Mengutip Tempo, Uganda hanyalah satu dari lebih dari 30 negara di Afrika yang melarang hubungan sesama jenis–dan UU ini, menurut kelompok hak asasi manusia Human Rights Watch, menjadi yang pertama dalam melarang identitas sebagai LGBTQ.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru