PANGKEP – Kepala Desa Biring Ere, Syawir saat ini tengah menjadi buah bibir di Tanah Air, pasalnya, pria yang baru menjabat selama 7 bulan ini dituding melakukan pelanggaran atas proyek pembangunan destinasi wisata Sungai Batu Payung di lokasi tempat ia bertugas.
Akibat dari polemik ini, Syawir harus mendekam di penjara sejak tanggal 4 Agustus 2022 lalu. Kasus ini mulai tersebar luas hingga mendapat tanggapan dari Menteri Pariwisata Sandiaga Uno.
Dari kaca mata Sandiaga tindakan Syawir justru dinilai positif dan atut mendapat dukungan dari pemerintah. Pendapat ini tentu saja berbeda dengan apa yang ditudingkan oleh pihak kepolisian dan media setempat.
Perlu diketahui, dalam konferensi pers yang diadakan oleh Syawir pada Senin (4/8) lalu ia mengatakan bila proses pengembangan destinasi wisata di desanya tidak termasuk dalam program penambangan melainkan pengerukan karena pihaknya menggunakan aturan yang ditentukan oleh pemerintah.
Sayangnya pernyataan Syawir ini tidak dijadikan sebagai bahan pertimbangan oleh pihak berwenang.
Untuk tahu lebih lanjut tentang apa sebenarnya yang tengah dibangun oleh Syawir, Redaksi The Editor khusus berkunjung ke Sungai Batu Payung yang berada di Desa Biring Ere, Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan.
Desa Yang Indah Dan Asri
Perjalanan menuju Desa Biring Ere sore kemarin Jumat (12/8) terasa sangat menyenangkan karena tidak banyak kendaraan dengan muatan besar yang lalu lalang. Perlu diketahui, desa ini berdekatan dengan PT Semen Tonasa, produsen semen terbesar di Kawasan Timur indonesia.
Dari kawasan perkotaan menuju Desa Biring Ere hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit. Dan setibanya di gerbang desa, sebuah tugu bertuliskan “Welcome Biring Ere Madam’” berwarna merah, putih dan kuning menyambut tiap kami.

Di sebelah kiri jalan juga langsung terlihat sebuah bangunan berwarna-warni dengan hiasan lampu di seluruh tampiasnya. Bangunan itu merupakan salah satu bagian dalam program pembangunan Desa Wisata yang dibuat oleh Kepala Desa Syawir.
Suasana wisata sangat terasa saat berada dalam bangunan itu. Karena berada di posisi lebih tinggi dari bantaran sungai, tim redaksi dapat menikmati pemandangan alam yakni Sungai Batu Payung yang berair jernih.
Sungai ini benar-benar berubah dari kondisinya yang sebelumnya. Dimana di tahun 2021 lalu, warga Desa Biring Ere harus pasrah menerima luapan air sungai akibat pendangkalan yang terjadi di dasar sungai.
100 Pohon Baru Ditanam Untuk Menahan Longsor
Sekarang bibir sungai tidak lagi berada dekat dengan jalan raya. Saat berkunjung redaksi melihat jaraknya kini berpindah sejauh 50 meter menjauh dari posisi semula.
Tak hanya menjauh, ketinggiannya pun diatur sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan air sungai meluap. Sebuah taman hijau dan cantik dibuat untuk memisahkan pinggir jalan raya dan bibir sungai. Taman ini posisinya lebih rendah 5,5 meter.

Taman yang luasnya sekitar 2000 meter persegi itu sebelumnya adalah pinggir sungai yang ditimbun dengan batu kapur dan pasir hasil pengerukan dasar sungai.
Suasana asri makin terasa ketika taman itu ditanami rumput serta pepohonan.
Sistem yang dibangun oleh Kepala Desa Syawir ini membuat air Sungai Batu Payung terlihat jernih dan tenang.
Padahal di tahun 2021 lalu karena dasar sungai yang dangkal, air selalu terlihat berwarna kuning dan keruh. Kondisi ini terjadi karena bagian tengah sungai di keruk.
Untuk menjaga agar taman tetap kuat menahan terjangan air sungai, 100 pohon terlihat berbaris rapi di sepanjang taman.
Upaya ini juga dilakukan agar longsor tidak mudah terjadi di masa depan.
Kepala Desa Menyediakan Warung dari Bambu Untuk Warga
Kebahagiaan warga Biring Ere yang mendapat kesempatan berjualan di sepanjang taman hasil reklamasi Sungai Batu Payung terlihat jelas sore itu.
Salah satunya adalah Ibu Hasti, penjual gorengan yang warungnya merupakan sumbangan dari Kepala Desa Biring Ere, Syawir.

“Saya jualan disini sejak awal tempat wisata ini diresmikan yakni sekitar 1 minggu yang lalu,” ungkap Hasti.
Hasti mengungkapkan sebuah fakta baru tentang polemik penangkapan kepala desanya, yaitu ketidakadilan yang dipaksakan.
Menurutnya Syawir sudah melakukan tugasnya sebagai seorang kepala desa dengan baik. Salah satunya dengan menyediakan warung sederhana yang dibangun dari bambu.
Bambu tersebut dikatakan oleh Hasti dibeli langsung oleh Syawir dengan uangnya sendiri. Sehingga warga dapat berjualan saat Desa Wisata itu akan diresmikan.
Perlu diketahui, peresmian Desa Wisata Biring Ere ini dilakukan pada tanggal 3 Agustus 2022 lalu. Sayangnya sehari setelah peresmian dilakukan, Syawir ditangkap oleh polisi dengan tuduhan melakukan aksi penambangan tanpa izin.
Normalisasi Sungai Dianggap Sebagai Aktivitas Penambangan Oleh Media Setempat. Polisi Dinilai Terlalu Terburu-Buru
Dalam kunjungan redaksi sore kemarin, aktivitas penambangan sebagaimana yang dituliskan di media cetak Fajar pada Jumat, 15 Juli 2022 lalu ternyata tidak terlihat sama sekali.
Karena aktivitas penambangan yang semestinya mengubah wajah sungai menjadi penuh dengan bebatuan, pasir serta mengubah warna air menjadi kecokelatan justru tidak terlihat sama sekali.

Untuk mengetahui tentang hal ini lebih jauh, redaksi coba mengirimkan foto-foto desa wisata Biring Ere sebelum dan sesudah dinormalisasi kepada Koordinator JATAM (nasional jaringan advokasi tambang) Melky Nahar lewat pesan WhatsAap.
Melky tampak terkejut dan mengatakan bila sudut pandang media setempat dan pihak kepolisian Pangkajene dan Kepulauan tidak adil terhadap Syawir.
Dan Melky juga heran mengapa media dan kepolisian hanya melihat tindakan Syawir sebagai aktivitas penambangan sementara sebuah destinasi wisata telah terbangun dan dapat dinikmati oleh siapapun yang hendak datang kesana.
“Harus dilihat agenda awal dari pembangunan desa wisata ini. Harus dilihat jangan-jangan ini adalah normalisasi sungai tapi dia harus menggali pasir dan menggali batu. Polisi terlalu cepat menuduhkan,” katanya.
“Ini cukup menjadi evaluasi para penegak hukum. Mereka tidak adil kepada kepala desa ini. Penambangan ilegal ada banyak di Indonesia, tapi kali ini tidak lagi. Aparat terlalu terburu-buru dalam menentukan hukuman bagi kepala desa tanpa melihat duduk perkara alasan pembangunan destinasi wisata,” ungkap Melky.

Terkait tidak lengkapnya perizinan normalisasi Sungai Batu Payung, Melky meminta agar aparat segera turun ke lapangan untuk memeriksa kondisi sebenarnya sebelum menjatuhkan vonis kepada Syawir.
“Bila dilihat fotonya sepertinya terlalu terburu-buru bagi polisi mengatakan ini adalah penambangan. Menurut saya ini adalah program normalisasi sungai yang dilengkapi dengan aktivitas penggalian. Karena dalam perjalanannya untuk mengurangi banjir diperlukan alat berat untuk mengeruk sungai yang penuh apsir dan batu,” ungkap Melky lagi.
“Kepala desa belum melengkapi seluruh perizinan. Ini mesti diperiksa benar. Kalau urusannya ke penegakan umum maka harus ditelisik,” tandasnya.