CINA – Seratus tiga puluh tahun setelah biji kopi pertama tiba di Kota Pu’er, Provinsi Yunnan, Cina, kualitas biji kopi yang ditanam di daerah barat daya itu terus meningkat seiring dengan pendapatan penduduk lokal.
Diberkati dengan salah satu iklim dan kondisi geografi yang cocok untuk ditumbuhi tanaman kopi, Pu’er hingga tahun lalu memiliki perkebunan kopi paling luas dengan jumlah produksi biji kopi tertinggi di Cina.
Dilansir dari China Daily, luas areal perkebunan kopi di kota ini sekitar 44.530 hektar pada tahun lalu. Dengan luas tersebut, Pu’er dapat menghasilkan biji kopi hingga 46.000 metrik ton.
Atas pencapaian tersebut, Pu’er kerap dikenal sebagai ibu kota kopi Cina.
Meskipun demikian, perkebunannya memiliki reputasi inefisiensi dan produktivitas rendah, menempatkan biji kakao di ujung bawah rantai pasokan.
Untuk mengurangi biaya bahan baku, Pu’er berniat untuk mengembangkan kopi spesial.
Hua Runmei, yang orang tuanya termasuk yang pertama menanam kopi di desanya, menjadi khawatir akan penurunan profitabilitas karena fluktuasi harga.
Setelah mengikuti kelas kopi tuang, ia menyadari bahwa selain mencuci kopi, mengolah biji kopi dengan madu atau menjemurnya di bawah sinar matahari dapat memengaruhi rasa kopi sehingga menambah nilai jualnya.
Hal-hal tersebut lantas mendorongnya untuk mencoba membuat kopi spesial.
Dalam rangka mendorong penduduk desa lainnya untuk mengikutinya, Hua pun mendirikan pabrik kopi yang kini mengelola hampir 66,67 hektar perkebunan kopi di desa tersebut.
Pengembangan kopi organik spesial kemudian membantu menaikkan harga biji kopi yang dihasilkan desa tersebut menjadi sekitar 60 yuan (sekitar Rp132 ribu) per kilogram.
“Ini mengubah fakta bahwa 1 kg biji kopi yang digunakan dapat lebih murah dari harga secangkir kopi,” kata Hua.
Untuk memamerkan kualitas produknya, Hua membawa biji kopi tersebut ke berbagai pameran dan kompetisi kopi.
Pu’er pun kini tengah bersiap untuk membangun pusat produksi dan pengolahan nasional untuk menghasilkan kopi berkualitas tinggi dengan standar internasional.
Ada sekitar 6.700 hektar perkebunan kopi di kota tersebut yang disertifikasi oleh merek kopi terkenal dunia, termasuk Nestle dan Starbucks.
Sebagai salah satu perusahaan paling awal yang didirikan di Pu’er, Nestle sekarang mempromosikan biji kopi berkualitas tinggi dari Yunnan ke pasar yang lebih luas dan mengalami peningkatan permintaan dari konsumen Cina.
“Lebih dari 70 persen biji kopi kami dulu diekspor, tetapi sekarang 70 persen dijual di dalam negeri,” kata Zhang Xiong, wakil direktur pusat pengembangan industri teh dan kopi kota itu.
Menurut data yang dikeluarkan oleh pusat tersebut, dengan mengejar peluang baru ini, harga biji arabika telah meningkat menjadi lebih dari 30 yuan (sekitar Rp66 ribu) per kg.
Sementara itu, pendapatan individu dari menanam kopi telah meningkat menjadi lebih dari 4.000 yuan (sekitar Rp8,8 juta). Jumlah tersebut pun telah menyumbang pada vitalisasi lingkungan pedesaan.
Desa Paliang di kota kabupaten Menglian memiliki perkebunan kopi yang luasnya hampir 1.200 hektar. Biji kopi dari kawasan ini dijual ke 54 pabrik pengolahan terdekat.
Sebagai imbalannya, pabrik-pabrik tersebut juga menawarkan pelatihan dalam menanam dan memanen sebagai upaya membantu petani meningkatkan pendapatan mereka.
Na Nu, anggota suku Lahu di Paliang, menjual buah kopinya ke pabrik terdekat bernama Mengliandaya. Sejauh tahun ini saja, ia telah mendapatkan lebih dari 40.000 yuan (sekitar Rp88 juta) dari pertaniannya.
“Na Nu adalah penanam teladan di desanya,” kata Dong Yanmei, wakil kepala Mengliandaya.
“Ketika saya pertama kali berkunjung, penduduk desa hampir tidak bisa mengelola pertanian mereka, dan hasil per hektarnya rendah,” ujarnya.
Sumber: China Daily