TANAH KARO – Nenek Mbaru Br Ginting adalah pasukan wanita Indonesia yang ahli merakit bom di era perang melawan tentara sekutu dan tentara Jepang. Ia juga adalah salah satu tentara wanita yang ditempatkan oleh Letnan Jenderal Djamin Ginting dibarisan depan saat bertempur memperebutkan Tigapanah dan sekitarnya dari tangan Jepang.
Saat berbincang dengan The Editor beberapa waktu lalu, Nenek Mbaru mengatakan perjuangannya sebagai tentara wanita dimulai dari Desa Ergaji yang berada tak jauh dari desa tempat Ia lahir, yakni Desa Lambar Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo.
Dua nama pernah disematkan ke pundaknya sebagai salah satu anggota militer pembela Tanah Air, yakni Srikandi dan Sindo. Dua nama ini kata Nenek Mbaru sama-sama berjuang untuk mempertahankan Indonesia dari tangan musuh. Dan politik bukan bagian dari organisasi ini.
Nenek Mbaru yang kini tinggal di Desa Salit mengatakan, sebagai tentara terlatih, Ia harus belajar tentang bagaimana cara merakit bom tangan dan melemparnya ke arah musuh tepat waktu.
“Kalau ditarik sumbunya maka langsung keluar apinya. Jadi kalau ditahan berbahaya karena (kalau tidak dilemparkan) akan membuat kita mati karena meledak di tangan kita sendiri,” ungkapnya.
Nenek Mbaru mengaku sangat terlatih menarik sumbu bom tangan dan mengetukkannya ke lantai. Latihan ala militer ini Ia lalui di bawah komando Djamin Ginting yang merupakan saudara sepupunya.
“Tarik sumbu yang melekat di bom tersebut dan ketukkan perlahan ke tanah tiga kali dan lemparkan (ke arah musuh),” ungkap Nenek Mbaru.
Saat itu, lanjutnya, satu-satunya senjata selain pedang dan bedil yang bisa dipakai hanya bom. Pasalnya untuk melawan senjata dan tank milik Sekutu dan Jepang hanya dengan bom. Jadi saat maju sebagai pasukan senyap ke arah musuh, Nenek Mbaru membawa serta bom di tangannya.
“Jadi ceritanya kami memberangkatkan 16 orang tentara dengan perlengkapan enam pucuk senjata saja. Mau bagaimana lagi, jadi kita hanya bertahan dengan bom tangan yang ada saja. Senjata milik Belanda sangat canggih karena bisa menembak hingga jarak jauh,” ungkapnya.
Perlu diketahui, Djamin Ginting dan pasukannya yang juga dikenal dengan barisan pemuda Indonesia (BPI) melucuti pasukan Jepang di Tigapanah pada tahun 1945.
Dari penuturan Mbaru, saat itu Djamin Ginting tidak sekedar mengajari pemuda dan pemudi dari sekitar desanya untuk memperjuangkan Indonesia dari tangan Jepang dan Sekutu, tapi juga mengajari tentara pengobatan sederhana agar pasukannya dapat mengobati diri saat sakit di medan perang.
Djamin Ginting diketahui menjadi komandan yang selalu membawa serta tim medis didekatnya ke setiap posko persembunyian pasukannya. Salah satu tim medis itu adalah abang kandung Nenek Mbaru sendiri yang bernama Merih Ginting.
Saat itu, lanjutnya, terdapat 16 anggota tentara wanita yang menjadi anggota Sindo. Semua wanita tersebut berasal dari Desa Sukadame dan Desa Lambar. Selama dua tahun melawan penjajah Jepang dan Sekutu, tidak ada satupun diantara 16 wanita tersebut yang tewas di medan perang.