YERUSALEM – Baru-baru ini, tiga anggota Dewan Nasional Federal Uni Emirat Arab (UEA) mengunjungi parlemen Israel (Knesset). Mereka adalah delegasi Emirat pertama yang berkunjung sejak normalisasi hubungan yang ditengahi oleh Amerika Serikat pada tahun 2020.
“Ketika kami berbicara tentang perjanjian Kesepakatan Abraham, kami ingin Anda melihat gambaran besarnya,” ucap Ali Rashid al-Nuaimi selaku Ketua Komite Pertahanan, Dalam dan Luar Negeri Dewan Nasional UEA, pada Senin (7/2) di Komite Luar Negeri dan Pertahanan Israel.
“Ini bukan hanya kesepakatan politik, bukan [juga] masalah keamanan dan pertahanan. Bukan, ini adalah agen perubahan untuk seluruh kawasan,” kata Nuaimi, menganjurkan “keterlibatan penuh di semua sektor”.
Sebelum kunjungan ke Knesset, delegasi Emirat mengunjungi Yad Vashem yang merupakan lokasi peringatan Holokaus negara tersebut.
UEA termasuk di antara empat negara Arab yang bergabung dengan yang disebut Kesepakatan Abraham.
Kesepakatan Abraham adalah serangkaian pakta diplomatik dengan Israel yang ditengahi oleh pemerintahan Donald Trump.
Kemudian menyusul Bahrain, Sudan, dan Maroko yang juga meresmikan hubungan mereka dengan Israel.
Kesepakatan itu membuat marah orang-orang Palestina, yang merasa dikhianati oleh tujuan nasional mereka.
Para pemimpin Palestina melihat pakta ini sebagai pengabaian komitmen lama di dunia Arab yang menyerukan penarikan Israel dari wilayah yang diduduki dan penerimaan negara Palestina sebagai imbalan untuk hubungan normal dengan negara-negara Arab.
Nuaimi mengatakan bahwa setelah 11 hari serangan Israel di Jalur Gaza yang terkepung pada 2021 lalu, “orang-orang mempertanyakan apa yang akan terjadi dengan Kesepakatan Abraham”.
“Saya ingin semua orang tahu tidak ada jalan mundur, kami bergerak maju, kami tidak mengulangi sejarah, kami sedang menulis sejarah,” katanya.
Sementara itu, peristiwa tersebut menewaskan sedikitnya 260 warga Palestina.
Ram Ben Barak, Kepala Komite Luar Negeri Dan Pertahanan Israel, menjamu Nuaimi serta sesama anggota Dewan Nasional Federal Sara Falaknaz dan Marwan Almheiri, menyebut para tamunya sebagai “tetangga dan saudara”.
“Ada kesalahpahaman, seolah-olah perjanjian normalisasi hanya didasarkan pada satu elemen, ancaman dan tantangan bersama, tetapi itu adalah bagian terkecil dari kesepakatan itu,” katanya.
“Israel berkomitmen pada perjanjian dan berencana untuk meningkatkan dan memperluasnya di semua bidang.”
Sejak normalisasi hubungan antara kedua negara, pimpinan tinggi Israel, termasuk perdana menteri dan presiden, telah mengunjungi UEA terlebih dahulu.
Kunjungan tersebut dilakukan ketika kedua negara telah mencapai kesepakatan bersama untuk sektor perdagangan, keamanan, dan pariwisata.
Normalisasi hubungan dengan Israel tetap menjadi isu kontroversial bagi sebagian besar kelompok di masing-masing negara Arab.
Misalnya, kelompok oposisi di Bahrain telah menolak kesepakatan normalisasi, sementara puluhan orang Sudan berunjuk rasa menentang keputusan tersebut di Khartoum pada Oktober 2020.
Sumber: Al Jazeera