KOREA SELATAN – Dunia dibuat geger dengan ditemukannya kasus kematian akibat amoeba pemakan otak di Korea Selatan. Kasus ini adalah kasus pertama untuk negeri itu.
Kabar tersebut dikonfirmasi oleh Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KDCA), mengatakan bahwa warga yang meninggal adalah seorang pria berusia 50-an.
Pria itu sebelumnya menjalani perawatan di rumah sakit usai pulang dari bekerja di Thailand. Ia tiba pada 10 Desember lalu dan dilarikan ke rumah sakit keesokan harinya. Ia dinyatakan meninggal pada Rabu (21/12) pekan lalu.
Dilansir dari The Straits Time, KDCA mengatakan bahwa telah melakukan tes genetik untuk tiga jenis patogen penyebab amoeba pemakan otak (Naegleria Fowleri). Tes itu bertujuan untuk memastikan penyebab meninggalnya pasien.
Hasil tes itu kemudian menunjukkan bahwa, di dalam tubuh pria itu, terdapat 99,6 persen gen yang mirip dengan pasien penderita meningitis di luar negeri.
Mengutip Kompas, Naegleria Fowleri adalah amoeba atau organisme hidup bersel tunggal yang hidup di tanah dan air tawar hangat, seperti mata air panas, danau, dan sungai–di seluruh dunia.
Amoeba ini masuk ke tubuh manusia melalui hirupan hidung dan bergerak naik ke otak.
Menurut KDCA, gejala awal termasuk sakit kepala, demam, dan mual atau muntah. Ketika infeksi semakin berlanjut, penderitanya bisa merasakan sakit kepala yang makin parah, demam, muntah, dan leher yang kaku.
Masa inkubasinya sendiri umumnya berlangsung selama dua hingga tiga hari dan paling lama 15 hari.
Kasus infeksi amoeba ini pertama kali dilaporkan terjadi di Virginia pada tahun 1937. Di Amerika Serikat, tercatat ada 154 kasus dari tahun 1962 hingga 2021, dengan jumlah penderita yang selamat hanya empat orang.
Sementara itu, pada tahun 2018 lalu, sebanyak 381 kasus Naegleria fowleri dilaporkan terjadi di seluruh dunia, termasuk India, Thailand, Amerika Serikat, China, dan Jepang.
KDCA menegaskan bahwa penularan infeksi dari manusia ke manusia lain tidak mungkin terjadi. Meskipun begitu, mereka meminta warga untuk tetap waspada.
Badan itu meminta warga untuk tidak berenang di daerah tempat penyakit itu menyebar–karena sebagian kasus dimulai dari berenang.
“Untuk mencegah infeksi Naegleria fowleri, kami merekomendasikan untuk menghindari aktivitas berenang dan rekreasi dan menggunakan air bersih saat bepergian ke daerah di mana kasus telah dilaporkan,” kata Kepala KDCA Dr Jee Young-mee dalam siaran pers, Senin (26/12).
Adapun “air bersih” yang dimaksud mengacu pada semua jenis air yang belum terkontaminasi. Selain itu, disebutkan pula bahwa risiko tertinggi adalah ketika suhu air itu meningkat selama musim panas.