28 C
Indonesia

Koperasi Desa Ekspor Indonesia: Dari Kemitraan Menghasilkan Tepung, Ekstrak, dan Pasta Vanili untuk Ekspor

Must read

JAKARTA – Mahdalena sebagai Founder dan Direktur Koperasi Desa Ekspor Indonesia menceritakan kisah suksesnya mengembangkan vanili.

“Telah diekspor ke Jepang sejak November 2021 hingga sekarang, walaupun kuantitas masih sekitar 30–50 kg/bulan,” tuturnya mengawali ceritanya saat dihubungi oleh Tim Ditjen Perkebunan awal bulan ini, Kamis (1/9).

“Kami sangat mengapresiasi dan senang sekali karena Kementerian Pertanian melalui Ditjen Perkebunan aktif membantu promosi produk vanili petani ke luar negeri. Salah satunya melalui Pameran ODICOFF bulan November 2021 lalu yang tidak hanya mempromosikan kopi, teh, kakao, kelapa, dan rempah-rempah, tetapi ada sampel produk vanili yang turut di bawa ke Maroko, Denmark, Mesir, UEA, Serbia, Belanda, dan lainnya–dan terjual sekitar 8 kg vanilla beans waktu itu” paparnya.

Baca Juga:

Mahdalena lantas melanjutkan bahwa produk vanili yang selama ini dipasarkan oleh pihaknya masih berbentuk polong kering.

Kini, mereka sedang mengembangkan berbagai produk turunannya seperti tepung, ekstrak, dan pasta dalam skala home-made.

Produk-produk tersebut siap dipasarkan pada pertengahan Oktober nanti, dan kini telah masuk laporan pemesanan sebanyak 500 botol perbulan/item di pasar lokal.

“Sebagian besar masyarakat Indonesia perlu lebih mengenal vanili alami Indonesia di tengah munculnya vanili sintetis, untuk itu kita perlu mengedukasi sambil terus memasarkan vanili alami Indonesia,” ungkap Mahdalena.

“Selain itu Desa Ekspor aktif mendampingi petani untuk memperbaiki mutu vanili. Sebagai gebrakan perdana di Pulau Flores, kelompok tani (poktan) dan UMKM Kab. Manggarai Barat telah berhasil membuat vanili dengan kualitas ekspor sebanyak 15–20 kg dan diterima oleh pasar Jepang melalui pendampingan pasca panen oleh Desa Ekspor Indonesia dan YDBA,” sambungnya.

Bak gayung bersambut, lanjut Mahdalena, Balai Karantina Pertanian Tingkat II Ende, NTT, yang dipimpin oleh Bapak Kostan juga tidak mau ketinggalan dalam mendukung pasar vanili sebagai program gratieks.

Mereka mengadakan Bimteks Akselerasi Ekspor vanili di Kabupaten Sikka, NTT, pada 27 Juli 2022 lalu dengan peserta dari para pelaku UMKM dan petani vanili.

Turut hadir pula sebagai narasumber, ibu Julie Sutrisno Laiskodat selaku Istri Gubernur NTT, Desa Ekspor Indonesia, dan Kepala Dinas Pertanian Kab. Sikka.

“Untuk memperbaiki mutu dan peningkatan produksi di Hulu, kita harus berkolaborasi dengan para petani vanili senior di beberapa daerah dan para komunitas petani vanili agar aktif mendampingi poktan di daerahnya masing masing,” jelas Mahdalena kemudian.

“Seperti Poktan Vanili Geger Bitung Jawa Barat didampingi Tono, Lampung Barat oleh Amril, Jawa Tengah oleh Rini, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Manggarai, Sikka, Ngada, Papua dan seterusnya.

“Pendampingan dapat dilakukan melalui kunjungan di desa terdekat, sarana WhatsApp group, melalui video call, atau Zoom di kebun petani,” paparnya.

Mahdalena bahkan mengungkap bahwa anggota yang tergabung di media sosial Facebook saat ini telah mencapai 43.400 orang

Mereka datang dari berbagai latar belakang, baik itu petani, penggemar tanaman vanili, penjual, pembeli, atau sekedar memiliki minat pada dunia vanili.

“Yang tak kalah penting adalah hilirisasi pengembangan komoditas vanili pasca panen dan pasar yang luas, karena dampaknya dapat membantu ketahanan ekonomi keluarga petani, pemberdayaan perempuan saat pasca panen dan membuka lapangan kerja millennial khusus produk turunan,” paparnya kemudian.

“Saya berharap, ke depannya, ekosistem bisnis vanilli dari hulu ke hilir dapat terintegrasi” pungkas Mahdalena.

Di tempat yang berbeda, Direktur Jenderal Perkebunan Andi Nur Alam Syah mengatakan bahwa saat ini, dari komoditas perkebunan unggulan lainnya yang harga Raw Material nya saja sudah tinggi, adalah Vanili.

Kisaran harga untuk Raw Material vanili basah bahkan telah mencapai 300–800 ribu/kg.

Vanili kering dengan kualitas ekspor disebutkan lebih mahal lagi, yaitu mencapai lebih dari 3 juta/kg.

Potensi ini yang perlu kita garap bersama, jelas Andi, dimulai dari hulu, perlu dilakukan penataan kebun.

Aspek keamanan kebun juga harus diperhatikan karena merupakan titik sentral.

Selain itu, dari sisi mutu dan pascapanen pun harus ikut diperbaiki.

“Vanili Indonesia ini saya rasa tidak perlu energi besar untuk mencari buyer,” tutur Andi.

“Hanya perlu sedikit sentuhan branding, maka laku terjual dan biasanya continue, karena buyer tahu vanili Indonesia berkualitas. Di atas 2,75% kadar nya, bahkan vanili Alor bisa mencapai di atas 3%,” sambungnya.

Lebih lanjut, Andi mengatakan bahwa pihaknya mendukung kemitraan ekspor yang mengandalkan potensi-potensi petani milenial di tiap sentra produksi.

Niscaya, tutur Andi, dari para petani milenial tersebut, produksi vanili Indonesia mampu menguasai 80% lebih pasar vanili dunia.

Hal senada dikatakan oleh Plt. Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Baginda Siagian, bahwa potensi pengembangan budi daya dan pasar vanili sangat menjanjikan.

Hal ini disebabkan karena kebutuhan dunia cukup besar, bisa mencapai 8–10 ribu ton/tahun, namun produksinya amat terbatas, yaitu hanya 5–6 ribu ton/tahun.

Saat ini, hanya Indonesia, Madagaskar, PNG, Meksiko, dan China yang merupakan 5 besar produsen vanili dunia.

Tantangan lain adalah industrialisasi produk di Indonesia yang belum berkembang luas walaupun potensi daerah penghasil vanili cukup banyak.

NTT adalah salah satu daerah unggulan dalam hal memproduksi vanili Indonesia.

Ke depan, solusi kemitraan produksi dan ekspor bisa menjadi solusi berkembangnya hilirisasi vanili di Indonesia, dengan Ditjen. Perkebunan akan berada di scope tersebut untuk mendukung hilirisasi yang berkelanjutan.

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru