JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) angkat bicara terkait vaksin Covid-19 AstraZeneca yang diberitakan dapat menyebabkan efek samping langka.
Hal ini menyusul pengakuan raksasa farmasi AstraZeneca dalam dokumen pengadilan di Inggris yang menyebut bahwa vaksin Covid-19 yang dikembangkannya bersama Universitas Oxford dapat menyebabkan TTS “dalam kasus yang sangat jarang”.
TTS atau Thrombosis with Thrombocytopenia Syndrome sendiri adalah kondisi yang menyebabkan orang mengalami pembekuan darah dan jumlah trombosit darah yang rendah.
Dalam hal ini, Kemenkes melalui laman resmi Sehat Negeriku merilis pernyataan yang menyebut bahwa tidak ada efek samping TTS dari vaksin Covid-19 AstraZeneca yang ditemukan di Indonesia.
Kondisi tersebut dipastikan berdasarkan surveilans aktif dan pasif yang sampai saat ini masih dilakukan oleh Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas KIPI).
“Keamanan dan manfaat sebuah vaksin sudah melalui berbagai tahapan uji klinis, mulai uji klinis tahap 1, 2, 3 dan 4 termasuk vaksin COVID-19 yang melibatkan jutaan orang, sampai dikeluarkannya izin edar. Dan pemantauan terhadap keamanan vaksin masih terus dilakukan setelah vaksin beredar,” kata Ketua komnas KIPI Hinky Hindra Irawan Satari.
Sesuai rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), Komnas KIPI bersama Kemenkes dan BPOM melakukan surveilans aktif terhadap berbagai macam gejala atau penyakit yang dicurigai ada keterkaitan dengan vaksin Covid-19, termasuk TTS.
Survei dilakukan di 14 rumah sakit di 7 provinsi yang memenuhi kriteria selama lebih dari satu tahun.
“Selama setahun, bahkan lebih, kami amati dari Maret 2021 sampai Juli 2022. Kami lanjutkan lebih dari setahun karena tidak ada gejalanya, jadi kami lanjutkan beberapa bulan untuk juga supaya memenuhi kebutuhan jumlah sampel yang dibutuhkan untuk menyatakan ada atau tidak ada keterkaitan. Sampai kami perpanjang juga tidak ada TTS pada AstraZeneca,” jelas Hinky.
“Jadi, kami melaporkan pada waktu itu tidak ada kasus TTS terkait vaksin Covid-19,” lanjutnya.
Indonesia merupakan negara dengan peringkat keempat terbesar di dunia yang melakukan vaksinasi Covid-19.
Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dengan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.
Setelah surveilans aktif selesai, Komnas KIPI tetap melakukan surveilans pasif hingga hari ini. Berdasarkan laporan yang masuk, tidak ditemukan laporan kasus TTS.
TTS merupakan penyakit yang menyebabkan penderita mengalami pembekuan darah serta trombosit darah yang rendah. Kasusnya sangat jarang terjadi di masyarakat, tapi bisa menyebabkan gejala yang serius.
“Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) bila ditemukan penyakit atau gejala antara 4 sampai 42 hari setelah vaksin disuntikkan,” ujar Hinky.
“Kalaupun saat ini ditemukan kasus TTS di Indonesia, ya pasti bukan karena vaksin Covid-19 karena sudah lewat rentang waktu kejadiannya,” sambungnya.
Ia menjelaskan, jika seseorang mengalami pembekuan darah, maka orang itu akan menunjukkan gejala tertentu. Beberapa di antaranya adalah pusing, mual, pegal, dan trombosit menurun.
Dan jika gejala-gejala tersebut muncul 4–42 hari setelah penyuntikan vaksin, maka itu bisa jadi adalah TTS.
“Kalau sekarang terjadi, ya, kemungkinan besar terjadi karena penyebab lain, bukan karena vaksin,” jelasnya.
Adapun masyarakat disebutnya masih dapat melaporkan kejadian ikutan pasca-imunisasi atau KIPI kepada Komnas KIPI melalui puskesmas terdekat.
“Puskesmas sudah terlatih, akan dilakukan investigasi, anamnesis, dan rujukan ke RS untuk akhirnya dikaji Pokja KIPI dan dikeluarkan rekomendasi berdasarkan bukti yang ada,” jelasnya.