JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada Selasa (19/12) mengonfirmasi kabar ditemukannya kasus Covid-19 varian JN.1 di Indonesia.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, sebanyak 4 kasus Covid-19 JN.1 telah terdeteksi di Indonesia.
“Kasus [Covid-19] JN.1 sudah ada di Indonesia, umumnya DKI Jakarta,” katanya, dikutip dari Bisnis.com.
Keempat kasus tersebut terdeteksi pada saat yang berbeda-beda, dengan tiga kasus ditemukan di wilayah Jakarta dan satu kasus lainnya ditemukan di Batam.
Disebutkan, satu kasus ditemukan di Jakarta Selatan pada 11 November 2023 dan satu kasus lainnya ditemukan di Jakarta Timur pada 17 November 2023.
Kemudian, enam hari kemudian, pada 23 November 2023, satu kasus ditemukan di Jakarta Utara. Adapun satu kasus terbaru ditemukan di Batam pada 13 Desember 2023.
Menghadapi situasi ini, Kemenkes mengimbau masyarakat agar tetap menerapkan protokol kesehatan jelang momen libur Natal dan tahun baru (Nataru).
Bagi masyarakat yang belum menerima vaksin penguat atau booster juga diharapkan agar segera mendatangi fasilitas kesehatan (faskes) untuk mendapatkan vaksin.
Tak hanya itu, pihak Kemenkes juga disebut telah membuat edaran yang ditujukan kepada pemerintah daerah untuk memastikan faskes siap dari segi obat-obatan, tenaga medis, hingga logistik.
Apa itu Covid-19 varian JN.1?
Indonesia telah mencatat adanya lonjakan kasus Covid-19 yang mulai terjadi sejak akhir November lalu.
Melansir CNBC Indonesia, kasus mingguan yang sebelumnya hanya tercatat sebanyak 30 sampai 40 kasus, meroket ke angka 267 pada periode 28 November hingga 2 Desember.
Lantas, apa itu Covid-19 varian JN.1 yang baru ditemukan di Indonesia?
Mengutip Kompas.com, profesor penyakit menular Vanderbilt University Medical Center, AS, William Schaffner, mengatakan bahwa varian JN.1 adalah bagian dari Omicron.
JN.1 berasal dari BA.2.86 yang merupakan subgaris keturunan dari varian omicron BA.2
“Anggap saja (varian-varian tersebut) sebagai anak dan cucu omicron. Mereka adalah bagian dari keluarga besar yang sama, tetapi masing-masing memiliki kepribadian yang berbeda,” ujarnya dikutip dari Today.
Sementara itu, Profesor dan wakil ketua di Departemen Mikrobiologi Molekuler dan Imunologi Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, Andrew Pekosz, mengatakan JN.1 mengalami mutasi tambahan pada protein spike.
Protein spike ini diketahui membantu virus menempel pada sel manusia dan memainkan peran penting dalam membantu Covid-19 menginfeksi manusia.
“Mutasi ini dapat mempengaruhi sifat pelarian kekebalan tubuh JN.1,” jelasnya.
Lebih lanjut, Pekosz mengatakan bahwa belum ada pihak yang mengatakan bahwa infeksi JN.1 berbeda dengan varian Covid-19 lainnya dalam hal tingkat keparahan atau gejala.
Meskipun begitu, orang yang terjangkiti varian ini mungkin akan merasakan beberapa gejala seperti sakit tenggorokan, hidung meler, batuk, kelelahan, sakit kepala, nyeri otot, demam atau menggigil, dan kehilangan indera perasa atau penciuman.