THE EDITOR – Dengan blockchain petani bisa bebas mengakses investor global tanpa perlu melalui bank atau lembaga rentenir.
Demikian dikatakan oleh Ketua Indonesia Real World Asset Tokenization (IRWATA) Sabdo Yusmintiarto saat berbincang dengan The Editor pada Kamis (19/6/2025).
Ia mencontohkan kinerja blockchain yang saat ini tengah terjadi di Filipina dimana petani kopi di Provinsi Benguet sukses tokenisasi atau mengkonversi aset dari bentuk fisik ke digital untuk semua perkebunan kopi mereka di platform CoffeeCoin (aset kripto yang beroperasi di jaringan blockchain).
“Dari platform CoffeCoin itu para petani bisa langsung terhubung dengan pembeli di Eropa tanpa perantara,” ungkapnya.
Tak hanya itu, contoh lain penerapan blockchain yang berhasil di dunia ini juga ada di Dubai. Farmsent.io yang berhasil menjalankan bisnis ini nyatanya mampu memotong banyak layer makelar di komoditas pertanian untuk langsung menghubungkan petani dengan market Timur Tengah.
“Blockchain bukan sekadar teknologi, tetapi revolusi kelas bawah melawan ketimpangan untuk menciptakan ekonomi yang bersifat inklusif,” ungkapnya.
BLOCKCHAIN AKAN HAPUS PERAN TENGKULAK
Sabdo menegaskan bila blockchain akan menghapus peran tengkulak yang sering membuat petani miskin karena permainan harga yang tidak pernah mendukung mereka.
Contoh radikal yang ada saat ini adalah program ‘Petani Berdaulat’ dengan platform bernama AgriChain di India yang mampu memotong 7 rantai pasok antara petani bawang dan konsumen.
“Di Indonesia, cara ini bisa menghapus peran tengkulak yang mengeruk keuntungan hingga 300%,” ungkapnya.
Krisis 1998 terjadi karena sentralisasi kekuasaan ekonomi. Agar hal serupa tidak terjadi kembali, maka blockchain adalah jawaban untuk desentralisasi (baca: memberikan wewenang ke yang lain).
“Jika dulu reformasi hanya mengganti rezim, maka blockchain akan mengganti sistem,” ungkapnya.
BLOCKCHAIN JUGA BISA DIPAKAI DI PABRIK DAN MENGUNTUNGKAN PENGUSAHA
Sabdo mengatakan bila sistem teknologi blockchain juga mampu mensejahterakan buruh, dimana tokenisasi pabrik memberikan persentasi token terhadap buruh, sehingga selain mendapatkan gaji, buruh juga memiliki kepemilikan atas perusahaan.
“Keputusan ini menjadi win – win solution dimana pihak owner tidak harus dipaksa untuk terus menerus menaikkan gaji buruh,” katanya.
Yang pasti, lanjutnya, transparasi blockchain jika diterapkan pada sistem pengadaan barang pemerintah juga mampu memutuskan rantai korupsi di berbagai level.
“Blockchain bukan untuk techno-utopis. Ini perang kelas di era digital, dimana di dalam situasi ekonomi global yang tidak pasti, sistem ekonomi adalah sebuah keniscayaan, dan untuk itulah IRWATA (Indonesia Real World Asset Tokenization) terbentuk melalui kolaborasi talenta lokal dan talenta global, hanya untuk satu alasan, yaitu “memulai”,” tandasnya.