JAKARTA – Konflik Rusia-Ukraina yang hingga kini belum menunjukkan titik terang menimbulkan dampak yang kian nyata, tidak hanya bagi negara-negara di sekitarnya, melainkan juga Indonesia.
Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya harga minyak dunia yang berimbas pada minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) yang sudah dimulai pada hari pertama meletusnya konflik tersebut.
Dilansir dari Kompas, ICP per 24 Februari 2022 lalu melonjak hingga 94,45 dolar Amerika (sekitar 1,3 juta rupiah) per barel dari asumsi ICP dalam APBN yang hanya sebesar 63 dolar Amerika (sekitar 900 ribu rupiah) per barelnya.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian Energi dan sumber Daya Mineral (ESDM) Agung Pribadi mengatakan bahwa kenaikan harga ini dapat berimbas tidak hanya pada minyak, melainkan juga LPG.
“Sejak ICP naik di atas 63 dolar Amerika Serikat per barrel, kami terus monitor dan antisipasi dampaknya. Tidak hanya harga minyak, tapi harga LPG seperti CP Aramco,” terang Agung.
Dengan kenaikan ini juga, beban yang ditanggung APBN akan semakin membengkak, khususnya akibat subsidi BBM dan LPG serta kompensasi BBM dalam APBN.
“Beban subsidi, khususnya BBM dan LPG juga meningkat dan bisa melebihi asumsi APBN 2022. Belum lagi biaya kompensasi BBM. Namun yang pasti, pemerintah terus mengamankan pasokan BBM dan LPG,” ujarnya.
Dalam penjelasannya, Agung juga menyebutkan bahwa setiap kenaikan 1 dolar Amerika Serikat per barel akan berdampak pada kenaikan subsidi LPG sekitar Rp 1,47 triliun, subsidi minyak tanah sekitar Rp 49 miliar, dan beban kompensasi BBM lebih dari Rp 2,65 triliun.
Selain itu, pada kondisi yang sama, kenaikan ICP juga berdampak pada tambahan subsidi dan kompensasi listrik sebesar 295 miliar rupiah.
Oleh karena itu, selain berdampak pada APBN, naiknya harga minyak ini juga diklaim akan berdampak pada sektor lainnya, khususnya transportasi dan industri yang mengonsumsi BBM non-subsidi serta subsidi dan kompensasi listrik.
“Tren kenaikan harga minyak dunia, mengerek harga keekonomian BBM,” sambungnya.
Dilansir dari CNBC, penyesuaian harga LPG non-subsidi pun akhirnya telah dilakukan oleh PT Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) per 27 Februari 2022 lalu.
Harga LPG non subsidi yang berlaku saat ini sekitar Rp15.500,00 per kilogram (kg). Sebelumnya, harga yang diberlakukan adalah Rp11.500/kg, kemudian naik pada Desember 2021 menjadi Rp 13.500, dan kini naik menjadi Rp 15.500/kg.
Meskipun begitu, tidak ada kenaikan harga untuk LPG subsidi 3kg.
“Penyesuaian harga hanya berlaku untuk LPG non subsidi seperti Bright Gas atau sekitar 6.7% dari total konsumsi LPG nasional per Januari 2022 ini,” papar Pjs. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, SH C&T PT Pertamina (Persero) Irto Ginting.
“Untuk LPG subsidi 3 Kg yang porsinya lebih dari 93% tidak mengalami perubahan harga, harga tetap mengacu kepada Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat,” lanjutnya.