JEPANG – Sushi adalah panganan sederhana yang dapat dinikmati dengan cara apa pun yang disuka. Baik sambil berdiri atau duduk, langsung menggunakan tangan atau sumpit, menggunakan kecap atau wasabi, dan sebagainya.
Meskipun begitu, ada beberapa trik dalam menikmati sushi yang dapat diikuti agar terlihat seperti penduduk lokal Tokyo.
Asal usul Sushi di Jepang sendiri berasal dari abad ke-10. Narezushi, bentuk paling primitif dari makanan terkenal ini, dibuat dengan ikan fermentasi yang diawetkan dengan garam dan nasi mentah.
Sushi edomae (gaya Tokyo), yang paling dikenal saat ini, diperkirakan berasal dari tahun 1800-an.
Biasanya, makanan ini berupa nigiri–ikan dengan nasi pres–yang bisa diberi topping beberapa jenis makanan laut dan bahan lainnya yang bukan hanya ikan.
Pelatihan untuk menjadi koki sushi pun sangat intensif dan membutuhkan waktu berjam-jam.
Para koki biasanya melakukan magang selama beberapa tahun terlebih dahulu sebelum mereka diizinkan untuk menangani potongan ikan yang lebih mahal.
Salah satu restoran sushi yang paling bergengsi di Tokyo adalah Sushi Sawada. Dengan dua bintang Michelin dan hanya tujuh kursi, tempat ini adalah “tempat suci” bagi sushi–dan bagi pencarian terus menerus master Koji Sawada untuk sebuah kesempurnaan.
Sawada membumbui bahan-bahannya dengan campuran kecapnya sendiri, atau taburan garam laut sebelum dicampurkan ke dalam nasi.
Oleh karena itu, pelanggan sebetulnya tidak perlu kecap tambahan untuk dicelupkan.
Meskipun begitu, Sawada tetap menyediakan saus berdasarkan permintaan.
Cara terbaik menurutnya dalam menikmati sushi adalah mengambil sushi dan kemudian membalikkannya dan mencelupkan sisi ikan ke dalam kecap.
Langkah ini memiliki alasan, yakni nasi akan hancur jika dicelupkan ke kecap dan akan menyerap terlalu banyak saus sehingga merusak keseimbangan rasa.
Rasa sushi akan menjadi lebih enak jika sisi ikannya hanya menyentuh sedikit saus.
“Ikan harus menyentuh lidah terlebih dahulu,” kata Sawada.
Moderasi wasabi dan praktik bermanfaat lainnya
Setiap sushi-ya (restoran sushi) akan memberi pelanggannya o-shibori (handuk tangan) pribadi untuk menyeka jari sebelum makan dan di antara gigitan.
Koki biasanya menambahkan wasabi parut, lobak pedas Jepang, ke dalam nasi saat sushi ditekan.
Jika ramuan wasabi dirasa terlalu pedas atau tidak cocok di lidah, pelanggan dapat meminta sushi tanpa wasabi dengan mengatakan “Wasabi nashi kudasai”.
Tidak hanya menolak wasabi, pelanggan juga dapat meminta tambahan wasabi untuk sushi mereka. Meskipun begitu, jangan terlalu terkejut jika koki sushi mengerutkan kening setelah mendengarnya.
Meskipun wasabi dapat dicampur dengan kecap untuk mencelupkan sashimi (ikan mentah tanpa nasi sushi), hal ini biasanya tidak dilakukan dalam hidangan sushi.
Sumpit: Pro dan kontra
Penggunaan sumpit dalam menikmati sushi hingga kini sering menjadi bahan perdebatan. Beberapa yang setuju umumnya menggunakan alasan kebersihan, sementara pendukung sisi lain akan menggunakan alasan situasi santai.
“Tangan adalah yang terbaik,” ujar Sawada. “Seperti makan kari di India.”
Alasan lainnya untuk melupakan sumpit dalam menikmati sushi adalah fakta bahwa blok nasi di sushi terbaik sering kali dicetak cukup longgar.
Sawada menggambarkan metodenya sebagai mengemas “banyak udara di antara biji-bijian”.
Sumpit dapat mengompres butiran beras yang lepas dan mengubah teksturnya, atau kehilangan cengkeramannya yang membuatnya berantakan.
Memesan dan menghindari kecerobohan
Banyak sushi-ya terbaik tidak memiliki menu–namun mereka akan menawarkan kisaran harga yang berbeda untuk beberapa sajian tetap.
Pelanggan dapat memesan menu individual, meskipun ini akan lebih mahal.
Master sushi biasanya menawarkan setiap bagian sushi sesaat setelah dibuat.
Ketika sushi selesai disajikan, membiarkannya terlalu lama adalah salah satu hal yang dianggap tidak sopan karena suhu, tekstur, dan kelembapan makanan ini akan segera berubah.
Untuk menghindari bahan makanan yang tidak disukai atau bahkan menimbulkan alergi, pelanggan dapat langsung memberitahukannya pada master sushi. Hal ini sering kali dilupakan.
Jika hidangan yang dipilih mengandung hal-hal tersebut, ucapkan namanya diikuti dengan nashi kudasai yang berarti “kecualikan”.
Atau, pelanggan juga dapat menginginkan segala yang terbaik yang ditawarkan sang master. Untuk ini, cukup katakan o-makase shimasu–”saya akan menyerahkannya kepada Anda”.
Yang harus diperiksa, bukan ditakuti
Restoran sushi di Jepang umumnya menyajikan teh panggang hijau atau coklat di akhir makan (dan selama makan, jika pelanggan lebih suka sake atau bir), sebelum bill tiba. Tehnya disebut agari.
Banyak restoran “kelas tinggi” dan tradisional hanya memberikan secarik kertas kecil dengan tulisan tangan sebagai bill. Hal ini terkadang mengejutkan–atau menakutkan bahkan untuk penduduk asli.
Faktanya, sangat sedikit orang Jepang biasa yang dapat menikmati sushi di level tertinggi tersebut.
Jadi, jika Anda sebagai turis membawa teman lokal, jangan kaget ketika mengetahui bahwa ini adalah kali pertama mereka dan rasa kagumnya sama besarnya dengan rasa kagum Anda.
Sumber: CNN