21.3 C
Indonesia

Refleksi Jelang Pemilu 2024

Must read

JAKARTA – Sejak diberlakukannya UU No.7 Tahun 2017 praktis mengubah tata cara pemilu di Indonesia. Dimana pemilu 2019 adalah titik awal dan pengalaman pertama diberlakukan undang-undang tersebut. 

Pemilu dilakukan serentak diberbagai tingkatan mulai pemilihan DPRD kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR RI, DPD RI hingga pemilihan Presiden.  

Hasilnya boleh dikatakan cukup baik, terverifikasi dengan lahirnya pemerintahan yang berjalan cukup stabil hingga menjelang pemilu 2024 ini. 

Baca Juga:

Seperti kata pepatah “tiada gading yang tak retak”, begitu pula pelaksanaan pemilu 2019, ada beberapa catatan yang perlu perbaikan dalam pelaksanaanya. 

Misalnya dari sisi penyelenggaraan, kita harus mengakui bahwa pemilu serentak menuntut pelaksana pemilu dalam kondisi benar-benar siap, baik secara fisik maupun psikis. 

 894 orang penyelenggara pemilu meninggal, dan 5.175 orang mengalami sakit pada pemilu 2019 lalu. 

Belajar dari hal ini, KPU bisa lebih mengintensifkan komunikasi serta membangun kerja sama dengan kemenkes agar mengaktifasi dan memaksimalkan peran puskesmas sebagai posko Kesehatan, minimal memastikan penyelenggara pemilu mendapat penanganan pertama yang cepat dan tepat. 

Masih dalam hal pelaksanaannya, pada pemilu 2019 bawaslu menangani 16.134 pelanggaran administrasi, 373 pelanggaran kode etik, 582 pelanggaran pidana, dan 1.475 pelanggaran hukum lainnya. 

Dari data tersebut, kita bisa melihat pelanggaran administrasi menjadi pelanggaran dengan jumlah terbanyak. 

Meskipun jumlahnya tidak begitu signifikan bila dibandingkan jumlah suara serta jumlah legislator yang di hasilkan, pelanggaran tetaplah pelanggaran. 

Oleh karena itu, perlu dilakukan mitigasi potensi pelanggaran pemilu, memperkuat kelembagaan penyelenggara, memperkuat pakta integritas peserta pemilu, dan keterlibatan masyarakat. 

Point keterlibatan masyarakat sangat penting mengingat jumlah penyelenggara pemilu cukup terbatas, syaratnya masyarakat harus menyadari bahwa pemilu bukan hanya terbatas siapa yang “terpilih” namun ketertiban atas proses itu sangat menentukan arah serta kualitas pembangunan 5 tahun kedepan. 

Sebagai contoh, politik uang tidak pernah akan hilang saat pemberi dan penerima menemukan kata sepaham. Mereka akan menenemukan berbagai caranya untuk lolos dari pantauan penyelenggara pemilu. 

Lalu siapa yang bertugas memberi kesadaran masyarakat tersebut? 

kesadaran pemilih merupakan proses jangka panjang dari hasil sebuah sosialisasi (pendidikan, lingkungan, organisasi, dll). 

Di sisi lain, penyelenggara pemilu hanya bisa melakukan hal-hal yang bersifat taktis, jangka pendek, incidental misalnya sosialisasi, iklan media massa, kerja sama antar Lembaga, hingga penegakan aturan yang sayangnya terbatas waktu. 

Sehingga menjadi renungan kita bersama, dimana kelas dan kualitas kita sebagai bangsa dalam pemilu 2024 kedepan.

Muhammad Rifqi. N (Petani Kecil, Komunitas Loro Blonyo Yogkarta)

spot_img

More Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -

Artikel Baru