JEPANG – Cara masyarakat Jepang berdoa tidak pernah sama dengan negara lain. Jepang bisa dikatakan menjadi salah satu negara dengan ragam perayaan dan festival. Kemeriahan festival ini tidak sekedar jadi tontonan turis semata karena masyarakat di negara ini merayakan festival sembari berharap mendapat berkah dari Yang Maha Kuasa.
Salah satu perayaan andalan Negeri Sakura ini adalah Festival Honen atau disebut juga Festival Kesuburan. Dalam pagelaran ini, ribuan masyarakat akan mengarak patung penis raksasa di sekitar Kuil Tagata yang berada di Kota Komaki, sebelah utara Nagoya, Jepang.
Kuil Tagata adalah kuil Shinto yang ditujukan untuk orang-orang yang ingin mendapat keturunan. Selain itu, kuil ini juga ditujukan untuk memberkati keluarga-keluarga yang ingin mendapatkan kesehatan lahir dan batin. Kuil ini banyaknya dipakai untuk pemberkatan bagi anak-anak yang berusia 3 tahun.
Cara mereka beribadah mungkin sedikit asing dan tidak lazim bagi beberapa orang, terutama yang datang dari kawasan Timur Tengah dan Asia Tenggara dan Asia Selatan. Pasalnya, di dalam Kuil Tagata ini para peziarah diizinkan mengelus dan memegang patung penis berukuran raksasa yang diletakkan dekat kuil. Bahkan, di bagian dalam kuil terdapat beragam ukuran patung penis dengan warna dan bentuk berbeda untuk dilihat oleh pengunjung.
Dua bola sebagai lambang buah pelir juga dipajang di kuil ini. Dan sebuah goa yang melambangkan lubang vagina tersedia tepat di belakang dua bola tersebut. Konon katanya, bagi siapapun yang mengelusnya akan merasa tenang dan bahagia usai berdoa. Banyak peziarah yang datang khusus ke tempat ini untuk merenung dan memanjatkan semua keinginannya kepada Yang Maha Kuasa.
Sementara keberadaan patung-patung berbentuk penis tersebut dianggap sebagai alat untuk membantu peziarah untuk lebih berkonsentrasi saat berdoa dan merenung.
Sejarah Festival Penis
Asal-usul perayaan Kanamara Matsuri dapat ditelusuri kembali ke Zaman Edo atau Tokugawa (1603-1868), saat Kawasaki menjadi pusat perdagangan yang ramai dan memiliki kehidupan malam yang sibuk. Kuil Kanayama menjadi tempat pemujaan bagi pekerja seks komersial yang membutuhkan perlindungan dari sexually transmitted disease (STD) atau penyakit kelamin menular.
Para pelacur ini sering mengunjungi Kuil Kanayama untuk berdoa, memohon perlindungan kepada dewa dari serangan penyakit kelamin. Dikatakan pula bahwa pekerja seks kala itu kerap mengadakan perayaan bertema kesehatan dan kesuburan di sekitar kuil.
Tradisi perayaan Kanamara Matsuri sempat hilang pada tahun 1800-an, tetapi pemimpin biksu di Kuil Kanayama, Hirohiko Nakamura, memutuskan untuk menghidupkannya kembali di awal tahun 1970-an.
Perayaan Festival Honen diadakan setiap tahun pada Minggu pertama di bulan April. Ribuan orang memadati jalan raya Kota Kawasaki di Tokyo sembari merayakan hari Kanamara Matsuri atau disebut juga Hari Alat Kelamin Pria. Perayaan ini dihadiri oleh pria dan wanita Jepang yang beragama Shinto.
Biasanya, turis manca negara yang hadir dalam festival ini akan menikmati waktu dengan berburu souvenir berbentuk serba penis aneka warna dan mencari makanan. Dan, bagi turis menikmati pemandangan arak-arakan tiga patung penis raksasa oleh ribuan orang di sepanjang jalan juga menjadi suguhan tersendiri. Penis yang dicat berwarna hitam, cokelat dan merah muda cerah tersebut memiliki nama yang disebut penis baja, penis kayu dan elizabeth.
Tak hanya pria dan wanita dewasa, namun juga para orang tua dan anak-anak tak mau ketinggalan untuk berpartisipasi di festival ini. Caranya dengan memborong pernak-pernik berbentuk penis aneka warna dan ukuran. Bahkan ada juga yang sangat santai menikmati permen, cokelat dan lolipop berbentuk penis di sepanjang jalan. Toko-toko makanan yang ada di sepanjang area festival memang umum menyajikan makanan sesuai dengan tema festival yang tengah dirayakan.
Kanamara Matsuri diadakan sebagai bentuk penghormatan terhadap alat kelamin dan kesuburan pria. Di samping itu, festival ini juga merupakan cara untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pencegahan penyakit menular seksual. Selama bertahun-tahun, festival ini menjadi atraksi populer bagi para turis dan digunakan sebagai media pengumpul uang untuk penelitian HIV.