JAKARTA – Didik Hadiprayitno, atau yang luas dikenal sebagai Didik Nini Thowok, mengaku tidak menduga profesi yang selama ini digelutinya mendapat perhatian bahkan penghargaan langsung dari Museum Rekor Dunia-Indonesia (MURI).
Pria berusia 68 tahun itu resmi menjadi pemegang rekor MURI untuk Seniman Tari Cross Gender Pertama di Indonesia lewat ajang penganugerahan yang diadakan pada Selasa (30/5).
“Yang jelas surprised, kaget, ya pasti happy, nggak menduga profesi yang saya geluti selama ini mendapat perhatian dan penghargaan dari MURI dan [Kementerian] Pariwisata,” katanya kepada The Editor.
“Terima kasih atas penghargaannya,” tambahnya kemudian.
Mengenal tari cross gender sewaktu kecil, Didik mulai memfokuskan perhatiannya ke dunia yang satu ini sejak melanjutkan studi di Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) pada tahun 1974.
Menurutnya, seniman cross gender di Indonesia sejatinya banyak. Akan tetapi, yang konsisten menekuninya hingga puluhan tahun mungkin hanya dirinya seorang.
Selain menekuni jenis tarian ini untuk dirinya sendiri, ia juga sering memberikan edukasi ke masyarakat.
Utamanya mengenai hubungan tari cross gender dengan fenomena LGBT, yang menurutnya tidak eksis untuk disamakan.
“Ada yang bilang cross gender, transgender, dan sebagainya. Cuma kalau transgender mungkin lebih kaitannya ke arah seksual dalam arti mau operasi plastik untuk ganti kelamin. Cross gender tidak harus sejauh itu, dalam konteks seni pertunjukan,” jelasnya.
“Jadi saya memberikan pemahaman ke masyarakat luas, supaya bisa pilah-pilah,” tambahnya.
Sederhananya, dalam tari cross gender, penari perempuan membawakan tarian yang seharusnya dibawakan oleh laki-laki dan sebaliknya.
Selain pergantian peran itu, tarian yang dibawakan masih membawa pakem-pakem aslinya untuk dipatuhi dan dilaksanakan oleh para penari.
Hal itu, menurut Didik, masih kurang dipahami oleh masyarakat Indonesia sehingga berpotensi menciptakan konflik.
Meskipun begitu, ia tidak bisa menyalahkan masyarakat yang begitu banyak jumlahnya–sementara pegiat tari ini memiliki banyak keterbatasan.
Ia hanya berharap akan ada lebih banyak kesempatan untuk seniman sepertinya memberikan edukasi mengenai dunia tari cross gender.
Seperti penganuegarahan rekor MURI ini, yang dapat membuat masyarakat lebih mengenal para pelaku seni-budaya Nusantara yang telah berjasa mempertahankan, mempromosikan, dan mengajarkan kekayaan bangsa.
“Penghargaan itu bukan ambisi atau target saya. Saya menekuni dunia saya itu secara profesional, total, dan konsisten,” kata Didik.
“Dan ternyata, apa yang saya lakukan kemudian dilihat orang, dilihat masyarakat, sehingga mereka yang aware yang peduli memberikan penghargaan,” pungkasnya.
Adapun penampilan Didik dapat disaksikan paling dekat akhir pekan ini, Sabtu (3/6), di Kota Kediri, Jawa Timur.